Laporan: Gufran Sabudu
OBORMOTINDOK.CO.ID. BANGGAI– Konflik lahan antara PT Sawindo Cemerlang dan masyarakat Kecamatan Batui serta Batui Selatan, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, kembali memanas. Polemik ini menimbulkan pertanyaan besar di tengah masyarakat: apakah PT Sawindo Cemerlang begitu kuat, atau justru Bupati dan DPRD Banggai yang lemah?
Pertanyaan ini muncul setelah perusahaan tetap melakukan aktivitas di lahan sengketa meski sudah ada surat resmi dari Bupati Banggai yang memerintahkan penghentian kegiatan.
Surat Bupati Banggai Nomor: 000.1/3066/Bag.Umum, tertanggal 19 Juni 2025, secara tegas memerintahkan PT Sawindo Cemerlang menghentikan aktivitas perluasan dan penanaman areal di wilayah Desa Masing dan sekitarnya.
Namun, kenyataannya perusahaan justru tetap bekerja. Warga Desa Masing mendapati alat berat perusahaan beroperasi di lahan mereka. Saat diminta berhenti sesuai edaran bupati, pihak perusahaan tak menggubris.
“Seolah surat bupati itu tidak ada artinya,” keluh salah satu warga.
Strategi “Diam-Diam” Sawindo
Masyarakat menilai, langkah PT Sawindo Cemerlang bukan hal baru. Perusahaan kerap disebut melakukan aksi “diam-diam” dengan membongkar lahan warga dan menanaminya tanpa peduli dengan protes masyarakat maupun perintah pemerintah daerah.
Harapan warga sebenarnya tertuju pada Bupati Banggai, Ir. Amirudin Tamoreka, agar persoalan agraria ini diselesaikan dengan berpihak pada petani sawit. Namun hingga kini, konflik terus berulang.
Kasus Kriminalisasi Warga
Terbaru, seorang warga Desa Masing bernama Sudirman harus berurusan dengan hukum. Ia ditangkap oleh aparat Polres Banggai setelah dilaporkan PT Sawindo karena disebut mengancam karyawan perusahaan dengan sebilah parang.
Padahal menurut keterangan keluarganya, Sudirman membawa parang hanya untuk membersihkan kebunnya yang berada dekat lokasi. Ia mendatangi pekerja perusahaan untuk meminta penghentian aktivitas dengan alasan adanya surat bupati.
“Tidak ada ancaman. Kakak saya hanya bertanya siapa yang menyuruh mereka bekerja,” ungkap Ikbal, adik Sudirman.
Namun, pihak perusahaan melalui Dodi Yoanda Lubis, Manager Legal dan Humas PT Sawindo Cemerlang, menegaskan kasus itu murni pidana. Ia menyebut laporan dilakukan karena adanya pengancaman terhadap karyawan. “Ini beda kasus, bukan masalah sengketa lahan,” ujarnya dikutip dari berantastipikornews.co.id (2/10/2025).
Masyarakat menilai pola semacam ini sudah berulang. Jika ada warga memperjuangkan hak lahannya, perusahaan mencari celah hukum untuk menjerat mereka dengan tuduhan pidana.
Jejak Konflik yang Panjang
Kasus Sudirman bukanlah yang pertama. Sebelumnya, warga dari Honbola, Mbolu, hingga Lamo pernah berhadapan dengan laporan serupa. Mereka dituding melakukan penyerobotan atau pengancaman, padahal lahan yang dipersoalkan adalah milik mereka sendiri.
Bahkan, empat warga Batui pernah dilaporkan ke Polda Sulteng setelah dituduh mengancam humas perusahaan. Pola ini membuat masyarakat menilai perusahaan sengaja mencampuradukkan konflik agraria dengan tindak pidana untuk melemahkan perjuangan petani.
DPRD dan Bupati Dinilai Tak Tegas
Warga juga mempertanyakan sikap DPRD Banggai. Sebelumnya, Ketua DPRD dan sejumlah anggota Komisi C pernah turun langsung ke lokasi sengketa. Mereka menegaskan agar PT Sawindo menghentikan aktivitas hingga masalah lahan selesai.
Namun, fakta di lapangan berkata lain. Perusahaan tetap bekerja, seolah keputusan Bupati dan DPRD tidak memiliki kekuatan.
“Masyarakat jadi bertanya, siapa sebenarnya yang lebih kuat? Sawindo Cemerlang, atau pemerintah daerah kita yang seharusnya melindungi rakyat?” kata seorang tokoh masyarakat.
Desakan untuk Kapolres dan Kapolda
Situasi ini membuat warga semakin geram. Mereka menilai aparat kepolisian sering kali lebih cepat merespons laporan perusahaan dibanding keluhan masyarakat. Karena itu, warga mendesak Kapolres Banggai dan Kapolda Sulteng untuk bersikap adil.
“Jangan setiap laporan Sawindo langsung ditindak, sementara penderitaan petani diabaikan,” ujar warga Desa Masing.
Menunggu Keberpihakan Pemerintah
Kini masyarakat Banggai menanti langkah tegas Bupati dan DPRD. Apakah benar mereka berpihak pada rakyat kecil, atau justru membiarkan perusahaan menguasai lahan dengan dalih hukum?
Kasus ini tidak hanya soal sengketa lahan, tetapi juga menyangkut wibawa pemerintah daerah. Jika surat bupati saja bisa diabaikan, maka yang dipertaruhkan adalah kepercayaan rakyat pada pemimpinnya **






