OBORMOTINDOK.CO.ID Luwuk- Belanja pemerintah daerah Kabupaten Banggai sepanjang tahun 2018 benar benar amburadul. Hampir seluruh belanja yang berkenaan dengan kepentingan pegawai pemerintahan, tidak dilengkapi dengan bukti bukti yang lengkap dan sah, sebagaimana amanat Pasal 4 ayat 1 Permendagri 21 Tahun 2011 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah.

Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sulawesi Tengah atas belanja daerah tahun 2018, disebutkan sejumlah ketidak beresan dalam pengelolaan berbagai macam belanja, seperti pembayaran gaji, pembayaran insentif pajak daerah dan retribusi daerah, pembayaran lembur, perjalanan dinas hingga makan minum tidak dilengkapi dengan bukti-bukti yang lengkap dan sah.

Misalnya belanja pegawai. BPK menemukan kelebihan pembayaran tunjangan keluarga dan tunjangan beras kepada 6.191 pegawai senilai Rp1,083 miliar. Hal terjadi lantaran pengelolah Gaji di lingkungan BPKAD tidak melakukan update data KP4 kedalam aplikasi perhitungan gaji dan tunjangan pegawai. Akibatnya, ada anak pegawai yang sudah berusia diatas 25 tahun bahkan sudah menikah dan berpenghasilan sendiri, masih diberikan tunjangan anak.

Begitu juga dengan pembayaran Tukin, ada yang dibayarkan kepada pegawai yang sedang terkena hukuman disiplin di Dinas PUPR dan Dinas Perdagangan Kabupaten Banggai, hingga pembayaran Tukin pegawai RSUD Luwuk yang double. Sudah menerima pembayaran tunjangan kinerja, masih juga dibayarkan jasa medik. Akibatnya, BPK menemukan kelebihan pembayaran tukin sebesar Rp3,069 miliar dan diperintahkan untuk dikembalikan.

Tidak itu saja, amburadulnya pengelolaan belanja daerah juga ditemukan pada pembayaran biaya lembur. Ada dua jenis belanja seputar lembur ini, yakni lembur untuk non PNS dan belanja makan minum saat lembur. Hasil pemeriksaan BPK, ditemukan ternyata surat tugas pelaksanaan lembur tersebut tidak mencantumkan tanggal pelaksanaan lembur, tidak menyebutkan lembur dalam pekerjaan apa, dan tidak ada laporan pelaksanaan lembur.

Menurut BPK, kondisi itu mengakibatkan pemborosan dan belanjanya tidak dapat diyakini kebenaran dan kewajarannya.
Begitu pula dengan perjalanan dinas. Ternyata Pemda Banggai tidak mengatur batas waktu dan peserta perjalanan dinas di dalam standar biaya perjalanan dinas, sehingga tidak ada ukuran yang jelas berapa lama waktu dan berapa banyak orang yang melakukan perjalanan setiap perjalanan dinas.

BPK bahkan menemukan adanya pertanggung jawaban yang tidak wajar, karena bukti-bukti yang disajikan tidak dapat diyakini kebenaran dan kewajarannya. Hal serupa juga terjadi pada belanja makan dan minum, yang ditemukan pertanggung jawabannya tidak dilengkapi dengan bukti-bukti yang lengkap dan sah.

BPK menyebutkan, Pemda Banggai tidak patuh terhadap pasal 4 ayat 1 dan pasal 132 ayat 1 dan 2 Permendagri 21 tahun 2011 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, yang mengatakan bahwa keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisen, ekonomis, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatian azas kadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyrakat.

Selain itu juga disebutkan, setiap pengeluaran belanja atas beban APBD harus didukung dengan bukti yang  lengkap dan sah, serta mendapat pengesahan dari pejabat yang berwewenang dan bertanggung jawab atas kebenaran material yang timbul dari penggunaan bukti dimaksud.

Parahnya, belanja barang dan jasa di lingkungan Pemda Banggai dikelolah secara tunai. Sebap bendahara pengeluaran OPD di lingkungan Pemda Banggai belum menerapkan transaksi non tunai sebagaimana perintah Kemendagri. Pengelolaan belanja barang jasa masih dikelolah secara tunia, dimana bendahara OPD mengelola uang tunia untuk membiayai belanja dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan. Itulah sebapnya, BPK menyebutkan bahwa belanja barang jasa di lingkungan Pemda Banggai berpotensi terjadinya kebocoran dan kecurangan.(gt)

Phian