OBORMOTINDOK.CO.ID. Banggai– Kunjungan kerja Komisi XII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) ke sejumlah perusahaan migas di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, pada Senin (29/9/2025), menyoroti sejumlah persoalan yang hingga kini belum terselesaikan. Salah satunya adalah masalah sertifikat tanah warga di sekitar wilayah operasi migas yang masih menjadi keluhan masyarakat.
Rombongan Komisi XII DPR RI, yang dipimpin oleh Bambang Patijaya, SE., MM., meninjau operasional perusahaan strategis seperti PT Panca Amara Utama (PAU), Joint Operating Body (JOB) Tomori, dan Donggi-Senoro LNG (DSLNG), Senin (29/9/2025).
Dalam kunjungan itu, Komisi XII menerima pemaparan perusahaan terkait operasional dan program Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL), kemudian dilanjutkan dengan dialog bersama perwakilan perusahaan di site PT PAU.
Anggota Komisi XII DPR RI dari Dapil Sulawesi Tengah, Benyanto, menyoroti masalah sertifikat tanah masyarakat yang hingga kini belum terselesaikan, terutama di wilayah sekitar sumur migas di Kecamatan Toili dan beberapa desa lainnya.
Menurut Benyanto, persoalan ini sudah berlangsung sejak 13 tahun lalu saat pembangunan jalur pipa migas. Hingga kini, masih terdapat lebih dari 100 sertifikat tanah warga yang belum dikembalikan, meskipun sebagian sudah ada progres penyelesaian.
“Kalau masalah ini tidak segera diselesaikan, bisa menjadi bom waktu di masa depan. Apalagi masyarakat sudah menyampaikan, jika sertifikat tidak dikembalikan, mereka akan menolak pengembangan wilayah migas lebih lanjut,” tegas Benyanto.
Dalam kesempatan itu, Benyanto juga menekankan pentingnya evaluasi oleh SKK Migas, khususnya terkait legitimasi dan pengelolaan wilayah kerja migas yang berada di bawah pengawasan Pertamina Hulu Energi (PHA).
“Zona 13 di Banggai harus menjadi sasaran evaluasi. Kita perlu memastikan legitimasi di hulu energi tetap terjaga, karena di sinilah kunci utama pengelolaan migas. Kalau distribusi hanya sebatas pengiriman, tapi legitimasi di hulu energi ini yang paling penting,” jelasnya.
Ia mengingatkan, sebelum kontrak berakhir pada tahun 2027, SKK Migas bersama perusahaan terkait harus menyelesaikan persoalan sertifikat warga. Jika tidak, hal ini berpotensi menghambat pengembangan migas di Banggai.
Benyanto menegaskan, aspirasi ini ia peroleh langsung dari masyarakat saat reses di beberapa kecamatan di Banggai. Warga menaruh harapan besar agar pemerintah dan perusahaan bisa menyelesaikan masalah yang telah berlarut-larut tersebut.
“Kami mohon SKK Migas dan pihak perusahaan benar-benar memperhatikan masalah sertifikat ini. Karena persoalan tanah adalah hal yang sangat sensitif bagi masyarakat, dan penyelesaiannya akan sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan investasi migas di Banggai,” pungkasnya. **






