OBORMOTINDOK.CO.ID,- Dalam Rangka Memperingati Hari Tani, 24 September, Mahasiswa dari dua kampus yang terbesar di Kab. Banggai menggelar aksi unjuk damai.
Aksi damai yang diawali long mars oleh massa dengan rute titik awal komplek Tanjung Sari menuju kampus Universitas Tompotika (Untika) Luwuk-kampus Universitas Muhamadiyah (Unismuh) Luwuk-Kantor DPRD Banggai dan kembali ke titik awal, Komplek Tanjung Sari.
Saat massa tiba dikantor DPRD Banggai hanya ada beberapa orang anggota legislatif (aleg) yang hadir dan menerima kedatangan massa aksi, yakni Siti Aria Nurhaeningsi, Sucipto, Toto Raharjo dari Fraksi PDIP, beserta H. Akmal dan Jody Prakoso dari Fraksi PAN.
Massa aksi pun menduduki kantor DPRD dan meminta pertemuan dengan wakil rakyat. Setelah bernegosiasi dengan pihak sekretariat, pertemuan pun digelar di ruang sidang DPRD.
Pada pertemuan ini sejumlah tuntutan terkait konflik agraria di Kabupaten Banggai disampaikan. Yaitu tolak UU Pertanahan, jalankan reforma agraria sejati, selesaikan konflik agraria di Kabupaten Banggai, stop diskriminasi terhadap pejuang Agraria, dan memberikan SK atas tanah Tanjung.
“Selesaikan Konflik Agraria di kabupaten Banggai” Orasi Surip, selaku korlap FKR.
Tak hanya itu, dalam rapat dengar pendapat ini massa aksi menuntut pihak DPRD untuk segera membentuk pansus penyelesaian konflik agraria di Kabupaten Banggai.
Selain pembentukan pansus, massa aksi juga meminta DPRD Banggai untuk menghadirkan pemerintah daerah terkait dengan tuntutan penerbitan SK untuk pemenuhan hak korban eksekusi Tanjung.
Mendengar tuntutan massa aksi, lima aleg berwajah baru dipimpin Siti Aria sempat menyetujui tuntutan massa dengan catatan tuntutan tersebut masih akan disampaikan ke pimpinan DPRD Banggai dan pimpinan fraksi.
“Kami punya mekanisme. Percayakan kepada kami. Mengingat DPRD saat ini belum memiliki alat kelengkapan dewan (AKD) kami belum bisa mengambil kebijakan. Ketua (Suprapto) sedang berada di Palu. Tuntutan ini akan kami catat untuk kami sampaikan dalam pertemuan bersama anggota dewan lainnya. Karena harus ada rapat dengan 35 orang. Kami yang ada hari ini tidak bisa mengambil keputusan,” ungkap Siti Aria.
Mendengar jawaban tersebut, massa aksi tidak menyepakati hal tersebut. Setelah lebih dari satu jam rapat dengar pendapat digelar, pimpinan Rapat, Siti Aria, menskorsing sidang
selama 15 menit, dan meninggalkan ruang sidang, meskipun skorsing belum
disepakati massa aksi.
Tindakan yang diambil Siti Aria ini memicu sejumlah massa aksi mengamuk di
ruang rapat paripurna DPRD Banggai.
“Siti Aria, pimpinan sidang rapat dengar pendapat, meninggalkan ruang sidang tanpa melahirkan kesepakatan, tanpa ketuk palu, dan tanpa kesimpulan apa-apa, Ini sejarah di kabupaten Banggai,” ujar Kiki Yusuf, salah seorang massa aksi.
Alhasil, rapat dengar pendapat tidak menyepakati hal apapun, pimpinan sidang malah meninggalkan massa demo.(dewi/om)