Isu-Isu Penting Seputar APBD 2020

oleh
oleh
Gafar Tokalang : (Pimred Obormotindok.co.id)

Kabar tentang menurunnya dana transfer pusat ke daerah menjelang penyampaian Nota Keuangan Rancangan APBD Banggai 2020 menyita perhatian publik. Betapa tidak, penurunan sejumlah jenis alokasi dana transfer pusat ke daerah, termasuk Dana Bagi Hasil Migas tahun 2020, “memaksa” pemerintah daerah harus memangkas belanja daerah pada tahun ini.

Sederhananya adalah “belanja harus dipangkas, karena pendapatan menurun” tak ada pilihan lain, hanya itu.

Pertanyaan kritisnya adalah, belanja daerah yang mana yang akan dipangkas? Apakah belanja daerah yang berkaitan dengan kepentingan aparatur pemerintah? atau memangkas belanja yang berkaitan dengan kebutuhan dasar masyarakat?

Mencermati konstruksi Rancangan APBD 2020 yang kini sedang dalam pembahasan para wakil rakyat di DPRD, terdapat beberapa isu penting yang hendaknya dicermati.

Pertama, beranikah pemerintah daerah dan DPRD menghentikan sementara pemberian Tambahan Penghasilan PNS yang selama ini dikenal dengan sebutan “Tukin” pada tahun 2020 mendatang.

Mengapa harus dihentikan? karena pemberian tambahan penghasilan kepada PNS membuat beban belanja tidak langsung menjadi besar. Bayangkan, pemberian tambahan penghasilan PNS dalam struktur APBD menyedot Rp167 Miliar anggaran belanja. Ini adalah jumlah yang tidak sedikit. Permasalahannya adalah, terlalu banyak kebutuhan dasar masyarakat yang belum mampu diakomodir dalam belanja daerah. Sehingga menjadi miris jika kebutuhan dasar masyarakat tidak dapat terpenuhi, namun disisi lain kebutuhan aparatur justru melimpah.

Gagasan penghentian sementara pemberian tambahan penghasilan ini, memang hampir mustahil dilakukan. Sebab, dalam pembahasan anggaran di DPRD selama ini, pemerintah daerah selalu bersikeras menolak “pembongkaran” pos Belanja Tidak Langsung. Belanja ini dinilai sudah terkunci dan tidak dapat diutak atik, karena berkaitan dengan gaji dan tunjangan pegawai. Padahal, belanja tidak langsung tidak hanya memuat belanja gaji dan tunjangan saja, namun ada juga belanja tambahan penghasilan PNS. Tidaklah mungkin memangkas gaji dan tunjangan ASN, karena itu bersifat wajib. Yang mungkin adalah menghentikan sementara Tambahan Penghasilan PNS tersebut, karena sifatnya tidak wajib, dan disesuaikan dengan keadaan daerah.

BACA JUGA:  Haris Zakaria Resmi Jabat Kepala LPP TVRI Sulteng Gantikan Muhammad Ikhsan

Dalam Permendagri 33 Tahun 2019 tentang pedoman penyusunan APBD 2020, disebutkan sebagai berikut : “Penganggaran tambahan penghasilan kepada pegawai ASN memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan sebagaimana diatur dalam Pasal 58 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah”.

Selanjutnya dalam Pasal 58 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, disebutkan : “Pemerintah Daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada Pegawai ASN dengan memperhatikan kemampuan Keuangan Daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan regulasi yang ada, setidaknya terdapat tiga kata kunci yang berkaitan dengan Tukin ASN. Pertama adalah “dapat diberikan” kedua adalah “memperhatikan kemampuan keuangan daerah” dan ketiga adalah “memperoleh persetujuan DPRD,”.

Konsep dasarnya adalah bukan masalah setuju atau tidak setuju, terhadap pemberian tambahan penghasilan PNS. Tetapi lebih pada soal mempertimbangkan kondisi kemampuan keuangan daerah, akibat penurunan pendapatan daerah yang cukup drastis.

Jika pemberian tambahan penghasilan PNS tetap diberikan, maka konsekwensi pilihan pemangkasan belanja akan tertuju pada pos Belanja Langsung.

Jika dilihat dalam Rancangan APBD 2020, langkah antisipasi pengurangan pendapatan yang dilakukan oleh pemerintah daerah adalah dengan “memangkas” belanja modal. Pada APBD 2019 belanja modal dianggarkan sebesar Rp329 miliar namun pada Rancangan APBD 2020 turun menjadi Rp244 miliar. Itu pada posisi belanja daerah sebesar Rp2 triliun yang diajukan Pemda Banggai. Nah, jika belanja daerah merosot menjadi Rp1,7 triliun (sebagaimana implikasi penurunan pendapatan daerah), maka dipastikan belanja modal akan menjadi jauh lebih kecil lagi.

Sejatinya, penurunan pendapatan daerah tahun 2020, tidak berdampak pada belanja modal. Harusnya tambahan penghasilan PNS dihentikan sementara dulu, sambil menunggu kondisi keuangan daerah membaik pada tahun yang akan datang. Namun jika tambahan penghasilan PNS tetap harus diberikan, maka pemangkasan belanja, hendaknya tidak dilakukan terhadap belanja modal, melainkan terhadap belanja barang dan jasa.

BACA JUGA:  Taat Dalam Pengelolaan Lingkungan, JOB Pertamina-Medco E&P Tomori Sulawesi Terima PROPER Peringkat Emas

Lihat saja tahun 2019 lalu, belanja perjalanan dinas para pejabat dalam pos belanja barang jasa dialokasikan sebesar Rp78,5 miliar, jauh lebih besar dibandingkan dengan pembangunan irigasi untuk kepentingan ribuan petani, pada pos belanja modal yang hanya dianggarkan sebesar Rp16 miliar.

Lihat juga pemeliharan Jalan, Jembatan, Saluran Air dan Irigasi yang berkenaan dengan hajat hidup orang banyak, hanya dianggarkan sebesar Rp4,9 miliar, jauh lebih kecil dibandingkan dengan anggaran makan dan minum kegiatan pemerintah yang mencapai Rp21 miliar.

Dengan kenyataan itu, wajarkah jika pada tahun 2020 yang akan datang, belanja untuk kebutuhan masyarakat kembali menjadi korban? Semua sangat tergantung pada para pemangku kebijakan. Kita berharap, ada objektifitas dalam meletakan rumusan belaja daerah tahun 2020, yang lebih berpihak pada kepentingan masyarakat. Amin

Oleh : Gafar Tokalang
(Pimred Obormotindok.co.id)