OBORMOTINDOK.CO.ID. BANGGAI– Polemik mengenai keberadaan dua Tomundo (Raja) dalam Kerajaan Batumondoan Banggai terus memicu beragam pendapat dari warga adat yang tersebar di Kabupaten Banggai dan Banggai Laut. Perbedaan pandangan ini mulai mencuat setelah pengangkatan Muhammad Fikran Ramadhan Zaman sebagai Tomundo Banggai pasca wafatnya Tomundo Banggai Almarhum H. Iskandar Zaman pada tahun 2010.
Pelantikan Fikran Disebut Sesuai Aturan Kerajaan
Warga adat Kerajaan Batumondoan Banggai, Ariyanto U, saat diwawancarai melalui sambungan telepon, menegaskan bahwa pelantikan serta pengukuhan Muhammad Fikran Ramadhan Zaman sebagai Tomundo Banggai telah sesuai dengan aturan adat kerajaan.
Menurutnya, meski sejumlah pihak menilai pengangkatan Tomundo tidak berdasarkan garis keturunan, namun Almarhum Tomundo Iskandar Zaman telah mewasiatkan kepada pihak kerajaan bahwa putranya akan menjadi penerus setelah ia mangkat.
“Dulu, yang mulia Tomundo (Almarhum Iskandar Zaman) telah berpesan bahwa jika ia mangkat, maka anaknyalah yang meneruskan jabatannya sebagai Tomundo. Dan itu tidak bertentangan dengan anggapan bahwa pengangkatan Tomundo tidak berdasarkan garis keturunan,” jelas Ariyanto pada Kamis (11/12/25).
Basalo Sangkap Tegaskan Pengukuhan Fikran Sudah Sah
Penegasan serupa disampaikan Basalo Sangkap dari wilayah Katapean Banggai, Achmad Rajab. Ia menegaskan bahwa proses pengukuhan Muhammad Fikran Ramadhan Zaman sebagai Tomundo Banggai adalah sah menurut aturan adat Kerajaan Batumondoan Banggai.
Achmad Rajab menambahkan bahwa kewenangan untuk menentukan sah atau tidaknya pengukuhan Tomundo sepenuhnya berada di tangan Basalo Sangkap, bukan lembaga di luar keraton.
“Jika ada pihak yang mengatakan bahwa Fikran tidak sah menjadi Tomundo, maka itu kekeliruan besar. Fikran dilabuk (dilantik) menjadi Tomundo Banggai sudah berdasarkan aturan Kerajaan Batumondoan Banggai,” tegasnya pada Jumat (12/12/25).
Ia juga menjelaskan bahwa prosesi Polabukan Tomundo wajib dilaksanakan di Keraton atau Istana Kerajaan Banggai dan dipimpin oleh Basalo Sangkap sebagai pemegang kewenangan adat.
“Polabukan Tomundo harus digelar di Keraton, bukan di tempat lain. Dan yang berhak melaksanakan prosesi adat itu adalah Basalo Sangkap, meliputi Babulao, Katapean, Singgolok, dan Kokinik, bukan Basalo lainnya,” tambahnya.
Lembaga Adat Banggai Versi Luwuk Miliki Pandangan Berbeda
Pengangkatan Bachrudin Amir sebagai Tomundo (Raja) Banggai menggantikan almarhum Moh. Chair Amir atau Hideo Amir oleh Basalo Liang, Adnan Diasamo, pada Selasa, (15/10/2025) pekan lalu.
Sebelumnya, Sekretaris Lembaga Adat Banggai di Luwuk, H. Sofyansyah Yunan, dalam pernyataannya di salah satu media online luwuktimes.id, menjelaskan bahwa dalam tatanan Kerajaan Banggai terdapat dua garis keturunan, yakni Manginsa dan Bobatu. Keturunan Manginsa berasal dari jalur laki-laki, sementara Bobatu dari jalur perempuan.
Ia berpendapat bahwa karena Almarhum Iskandar Zaman serta keturunannya berasal dari jalur perempuan, maka tidak dapat diangkat menjadi raja.
“Dalam Kerajaan Batumondoan Banggai, keturunannya ada dua, yaitu Manginsa dan Bobatu. Manginsa itu dari keturunan laki-laki dan Bobatu dari keturunan perempuan. Sehingganya Almarhum Iskandar Zaman tidak bisa menjadi raja, dan Irwan Zaman serta Muhammad Fikran Ramadhan juga tidak bisa dikukuhkan menjadi Raja Banggai,” tegasnya pada Kamis (27/11/25).
Ia juga menjelaskan bahwa istilah Tomundo sebenarnya tidak dikenal pada masa-masa awal kerajaan. Jabatan tersebut muncul pada pelaksanaan Seba pertama di Banggai pada tahun 1986, ketika gelar Raja diberi sebutan Tomundo.
“Pada waktu itu ada lima calon, yakni Nurdin Daud, Mujaran Amir, JN. Agama, Tadja, dan Moh. Chaer Amir,” katanya. (sal)






