Oleh: [ HENDRA DG TIRO / SEKRETARIS UMUM HMI CABANG LUWUK BANGGAI ]
OBORMOTINDOK.CO.ID. Banggai– Penambahan kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Banggai baru-baru ini menuai perhatian publik. Di tengah kondisi keuangan daerah yang menuntut efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran, kebijakan tersebut justru dinilai tidak selaras dengan kebutuhan mendesak masyarakat. Secara normatif, penambahan kursi DPRD memang merujuk pada ketentuan nasional yang menyesuaikan jumlah penduduk dengan alokasi perwakilan. Namun, dalam praktiknya, penambahan ini justru memunculkan sejumlah persoalan, baik dari sisi anggaran maupun dari perspektif kualitas tata kelola pemerintahan daerah.
Tambahan Kursi = Tambahan Beban Anggaran
Perlu diingat bahwa setiap kursi tambahan dalam struktur DPRD bukan hanya menambah jumlah orang yang duduk di parlemen lokal, tetapi juga menambah beban anggaran daerah secara signifikan. Tunjangan, fasilitas, perjalanan dinas, hingga biaya pendukung lainnya akan ikut membengkak. Padahal, anggaran tersebut seharusnya dapat dialihkan untuk sektor-sektor prioritas seperti infrastruktur dasar, pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dalam kondisi fiskal yang belum sepenuhnya stabil, dan masih adanya ketergantungan terhadap transfer pusat, kebijakan ini terkesan memaksakan diri. Efisiensi anggaran justru menjadi tuntutan di berbagai lini, bukan malah menambah beban belanja rutin yang tak berdampak langsung pada rakyat.
Kualitas Kinerja Belum Maksimal
Jika bicara soal perwakilan, yang dibutuhkan oleh masyarakat bukanlah sekadar penambahan jumlah wakil rakyat, melainkan peningkatan kualitas kerja mereka. DPRD saat ini masih dinilai belum optimal dalam menjalankan fungsi legislasi, pengawasan, dan penganggaran. Dalam beberapa kasus, rapat-rapat sering molor, agenda kerja tak terpublikasi dengan baik, hingga minimnya keterlibatan masyarakat dalam proses legislasi. Dengan kondisi seperti ini, menambah kursi justru berisiko memperlebar jurang antara rakyat dan wakilnya. Alih-alih mendekatkan representasi politik, yang terjadi bisa jadi hanyalah pembengkakan struktur tanpa dampak nyata bagi masyarakat.
Risiko Politisasi dan Kepentingan Elit
Kritik lain yang muncul adalah potensi politisasi kebijakan penambahan kursi ini. Momen politik menjelang pemilu 2024 dan 2029 bisa menjadi alasan tersembunyi di balik kebijakan ini—yakni membuka ruang lebih besar bagi partai-partai untuk mengamankan kursi di parlemen lokal. Kepentingan elite politik sangat mungkin bermain dalam proses ini, sehingga keputusan yang seharusnya berbasis kepentingan publik, justru digiring oleh kompromi politik sempit.
Solusi Seharusnya: Reformasi dan Efisiensi
Daripada memperluas jumlah kursi, seharusnya fokus daerah saat ini adalah pada perbaikan sistem kinerja legislatif, peningkatan transparansi, dan penguatan partisipasi publik dalam proses pengambilan kebijakan. Reformasi internal DPRD dan sinergi dengan eksekutif dalam merumuskan kebijakan yang berpihak pada rakyat jauh lebih mendesak daripada menambah jumlah kursi.
Pemerintah daerah juga perlu lebih selektif dan bijak dalam menyusun prioritas anggaran. Dengan keterbatasan fiskal, setiap rupiah dari APBD harus digunakan secara optimal dan tepat sasaran. Ini adalah bentuk tanggung jawab kepada masyarakat, bukan hanya sebatas pemenuhan regulasi administratif.
Penambahan kursi DPRD Kabupaten Banggai bukanlah jawaban atas persoalan daerah saat ini. Di tengah tekanan efisiensi anggaran dan meningkatnya kebutuhan publik terhadap layanan dasar, kebijakan tersebut cenderung kontraproduktif. Rakyat membutuhkan wakil yang bekerja sungguh-sungguh, bukan sekadar jumlah yang bertambah. Maka, kritik ini bukan sekadar penolakan simbolik, tetapi seruan untuk menempatkan kembali orientasi pembangunan pada kepentingan rakyat, bukan elit.**






