“Mengenang Perjuangan, Membangun Kesejahteraan: Refleksi Hari Buruh Nasional”

oleh
oleh
Dr. Mirawati Tongko, MKM

Oleh: Dr. Mirawati Tongko, MKM (Akademisi dan Praktisi K3 Kab. Banggai)

OBORMOTINDOK.CO.ID. Banggai– Setiap tanggal 1 Mei, dunia memperingati Hari Buruh Internasional, sebuah momentum yang tak sekadar mengenang sejarah perjuangan kelas pekerja, tetapi juga meneguhkan komitmen terhadap keadilan sosial dan kesejahteraan bersama. Di Indonesia, Hari Buruh atau “May Day” telah menjadi hari libur nasional sejak tahun 2013. Namun, makna peringatan ini jauh lebih dalam daripada sekadar tanggal merah di kalender.

Sejarah Hari Buruh berakar dari perjuangan buruh di Amerika Serikat pada abad ke-19 yang menuntut jam kerja layak delapan jam kerja, delapan jam istirahat, dan delapan jam untuk kehidupan pribadi. Tuntutan itu kemudian menggema ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Para buruh di tanah air telah menjadi bagian penting dari perjuangan panjang membangun bangsa, mulai dari era kolonial hingga era industri 4.0 saat ini.

Di tengah tantangan zaman yang terus berkembang otomatisasi, ekonomi digital, dan perubahan pola kerja, serta isu-isu perburuhan juga semakin kompleks. Masih banyak buruh yang menghadapi upah di bawah standar, status kerja tidak pasti, hingga kondisi kerja yang tidak manusiawi. Ini menjadi panggilan bagi pemerintah, pengusaha, dan seluruh elemen masyarakat untuk tidak hanya menghargai buruh sebagai tenaga kerja, tetapi sebagai manusia yang berhak atas martabat dan kehidupan yang layak.

Hari Buruh bukan hanya milik serikat pekerja atau aktivis. Ini adalah milik kita semua yang hidup dari hasil kerja, langsung atau tidak langsung. Memuliakan buruh berarti memuliakan roda produksi yang menopang ekonomi bangsa. Memberikan hak buruh secara adil adalah fondasi menuju masyarakat yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Sudah saatnya kita bergeser dari retorika ke aksi nyata dari slogan ke kebijakan yang berpihak. Regulasi ketenagakerjaan harus terus diperbaiki, sistem pengupahan harus dikaji dengan berkeadilan, dan perlindungan terhadap buruh sektor informal harus ditingkatkan. Pemerintah dan pengusaha memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk memastikan bahwa kerja keras buruh dibalas dengan kesejahteraan, bukan eksploitasi.

BACA JUGA:  Kota Luwuk dan Palu Jadi Opsi Cadangan Tuan Rumah Porprov 2022

Di tengah berbagai tantangan, hal yang tak kalah vital adalah aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang menjadi hal yang tak bisa ditawar. Setiap buruh berhak atas lingkungan kerja yang aman dan sehat, bebas dari risiko kecelakaan maupun penyakit akibat kerja. Regulasi terkait K3 sudah diatur dalam undang-undang, namun implementasinya masih sering diabaikan, terutama di sektor informal dan industri padat karya. Pemerintah bersama pelaku usaha harus memperkuat pengawasan dan memberikan edukasi yang berkelanjutan tentang pentingnya K3. Perlindungan ini bukan semata kewajiban hukum, tetapi wujud penghormatan terhadap martabat manusia yang bekerja.

Di Hari Buruh ini, mari kita berhenti sejenak untuk menghormati tangan-tangan yang membangun negeri, mereka yang bekerja di balik layar, di pabrik-pabrik, sawah, pelabuhan, hingga layar komputer. Mari jadikan Hari Buruh sebagai momentum untuk memperkuat solidaritas dan menata masa depan dunia kerja yang lebih manusiawi.

Selamat Hari Buruh 2025.
Karena buruh bukan sekadar alat produksi, mereka adalah tulang punggung bangsa.**