OBORMOTINDOK.CO.ID, Perempuan menjadi salah satu komponen yang paling terdampak saat dan pascabencana gempa, tsunami dan likuifaksi di Kota Palu, Kabupaten Donggala, Sigi dan Parigi Moutong, seperti telah diakui Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah.
Akademisi Fakultas Ekonomi Universitas Tadulako, Dr Nudiatulhuda Mangun mengemukakan, pemerintah perlu membentuk kembali kelompok usaha perempuan sebagai bentuk upaya pemberdayaan untuk kesejahteraan pascabencana gempa, likuifaksi dan tsunami yang menimpa Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala.
“Sebaiknya ada pendataan, utamanya dari sisi usaha perlu diberdayakan perempuan korban gempa, likuifaksi dan tsunami. Penting untuk di bentuk kembali kelompok-kelompok usaha perempuan,” katanya, di Palu.
Inun sapaan akrab Nudiatulhuda Mangun mengatakan, bahwa pembentukan kelompok usaha untuk pemberdayaan perempuan merupakan salah satu pendekatan untuk mencegah lebarnya kesenjangan ekonomi.
Bahkan, kata dia, hal itu sebagai bentuk upaya pencegahan terhadap rentannya kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan meliputi perdagangan manusia, pelacuran dan seterusnya.
Ia mengemukakan, mungkin saja sebagian korban kehilangan keluarga, kehilangan kepala rumah tangga sebagai sumber pencari nafkah utama.
Hilangnya nafkah keluarga akibat salah satu sumber pencari nafkah utama menjadi korban, lanjut dia, membuat perempuan dan anak berpotensi besar menjadi terlantar dalam lingkungan sosial.
“Orang yang terlantar mudah diperdayakan, dalam bentuk kasus perdagangan manusia, perdagangan perempuan dan anak, dan sebagainya,” ujar Inun yang juga Ketua Divisi Pendampingan Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak P2TP2A Sulawesi Tengah .
Perempuan korban gempa, tsunami dan likuifaksi di Palu, Sigi dan Donggala perlu diberi penguatan dari sisi ekonomi. Bila perlu, ujar Inun perempuan-perempuan itu harus ditanya mengenai keinginan mereka untuk berusaha, keterampilan yang mereka miliki atau potensi yang ada pada mereka.
“Berikan mereka modal usaha, ikutkan mereka dalam pelatihan. Namun hal itu tidak dapat dilakukan hanya satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD), melainkan harus lintas OPD terkait,” tambah Inun.
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Sulawesi Tengah menyatakan praktek perdagangan manusia/perdagangan perempuan (Human Trafficking ) patut di waspadai pascabencana gempa, tsunami dan likuifaksi menimpa Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala.
“Seperti pengalaman di daerah lain pascabencana, banyak terjadi hal-hal tindak kekerasan terhadap perempuan, baik dari perkosaan, pelecehan seksual, trafficking, perdagangan anak,” ujar Inun.
Selain itu, perlu juga di waspadai dan dicegah sedini mungkin oknum-oknum tertentu yang melacurkan perempuan dan remaja perempuan dan mendapat perlakuan kekerasan meliputi praktek-praktek tersebut. Kondisi tersebut karena beban hidup perempuan pascabencana yang terdampak langsung dan bebannya sangat besar, ujarnya.
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Sulawesi Tengah menyatakan perempuan dan anak rentan mengalami pelecehan seksual, rentan mengalami perlakuan kekerasan di lokasi pengungsian.
“Pascabencana perempuan dan anak-anak lebih rentan mengalami pelecehan dan kekerasan seksual,” kata salah satu aktivis pemerhati perempuan, Irmawati Sahi.
Irmawati Sahi saat menjabat sebagai Kasubdit Perlindungan Hak Perempuan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Sulawesi Tengah mengemukakan, ada risiko pelecehan dan penganiayaan terhadap perempuan, anak laki-laki, dan anak perempuan pascabencana yang menimpa tiga wilayah itu.
Bahkan, menurut Irmawati, pelecehan itu bersifat seksual. Kondisi itu rawan terjadi di lokasi-lokasi pengungsian korban gempa, likuifaksi dan tsunami. Karena itu, keamanan perempuan dan anak di dalam tenda-tenda pengungsian juga harus menjadi perhatian serius, agar tidak terjadi kekerasan seksual. “Ini perlu diwaspadai, perlu dicegah. Lokasi atau tempat pengungsi harus terjamin aman dari perilaku pelecehan seksual.”