OBORMOTINDOK.CO.ID, BATUI- PT Panca Amara Utama (PAU) kembali melepasliarkan 40 anakan Maleo di kawasan Suaka Margasatwa Bakiriang Kecamatan Batui Selatan, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah Sabtu (31/8).
Sebelumnya sejak 2016 silam, perusahaan yang bergerak di industri amonia itu telah melepasliarkan 153 anakan Maleo hasil konservasi ex situ.
Dari Catatan dari penangkaran Konservasi Ex Situ Maleo PT. PAU di Desa Uso Kecamatan Batui, telah melepasliarkan anakan burung maleo di tahap pertama pada tahun 2016 sebanyak 20 ekor, dan pada tahap 2 di tahun 2017 sebanyak 30 ekor, tahap 3 di tahun 2018 25 ekor, tahap 4 di tahun 2018 10 Ekor, tahap 5 pada tahun 2019 28 Ekor dan tahap ke 6 tahun ini Konservasi Ex Situ Maleo PT. PAU kembali lagi melepaslirakan sebanyak 40 ekor anakan burung maleo, saat ini jumlah total anakan burung meleo yang telah dilepasakan PAU berjumlah 153 ekor.
Peneliti Maleo dari Universitas Tadulako, Dr. Ir. Mobius Tanari, menyebutkan, ada sekira 40 anakan Maleo yang dilepasliarkan oleh Konservasi Ex Situ Maleo PT. PAU. Sehingga jumlah total setelah lima kali pelepasliaran oleh PT Panca Amara Utama berjumlah 153 ekor anakan Maleo.
40 Anakan Maleo yang baru dilepasliarkan itu merupakan hasil penetasan melalui inkubator konservasi ex situ Panca Amara Utama.
“15 ekor lainnya hasil penetasan inkubator di rumah di Palu. Umur dua pekan dibawa ke ex situ,”kata Mobius sebagaimana dirilis LuwukPost.
Mobius menjelaskan, Telur yang ditetaskan merupakan hasil sitaan BKSDA di wilayah Balingara Kecamatan Nuhon, Sabo Ampana Kabupaten Tojo Una–Una, dan ada juga telur yang diserahkan oleh masyarakat Tangkian, Kecamatan Kintom.
“Selama ini tidak ada telur yang diambil dari SM Bakiriang. Kalau pun ada telur di kawasan Bakiriang tersebut tidak bisa diambil karena masuk kawasan Suaka Margasatwa, telur yang disita berasal dari luar kawasan konservasi,” tutur Mobius.
Ia mengakui sampai saat ini, Maleo yang dilepasliarkan belum diketahui jejaknya. Hanya saja, berdasarkan penuturan masyarakat sekitar, mereka sering melihat Maleo berkeliaran di kawasan SM Bakiriang.
“Biasanya warga Kintom masih sering melihat Maleo di sekitar kawasan pelabuhan Tangkiang hingga kawasan Panca Amara Utama ini. Demikian juga di kawasan Balingara, beberapa kali saya pernah melihat Maleo melintas di jalan dan terbang ke hutan. Mungkin setelah bertelur di pasir dekat sungai Balingara,”tambahnya.
Selain 153 ekor yang telah dilepasliarkan, saat ini ada 32 ekor (dewasa 22 ekor dan anakan 10 ekor) di kandang penangkaran konservasi ex situ Panca Amara Utama.
Sementara itu, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Tengah, Ir. Hasmuni Hasmar, MSi, mengapresiasi pelepasliaran 40 ekor anakan maleo berumur satu sampai empat bulan ke kawasan Bakiriang tersebut, oleh PT PAU.
“Kami apresiasi niat baik PT PAU hingga saat ini sudah enam kali melepasliarkan anakan Maleo dengan total 153 ekor,” kata Hasmuni.
Menurutnya masih ada hal yang perlu diperhatikan bersama. Terutama oleh perusahaan-perusahaan yang mengembangkan konservasi Maleo di luar habitat aslinya.
Sampai sejauh ini belum ada yang tahu persis dan melihat secara langsung kondisi Maleo hasil konservasi ex situ di dalam kawasan suaka margasatwa tersebut. Untuk itu, kata dia, rencana BKSDA akan bekerjasama dengan Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Tadulako untuk meneliti keberadaan anakan Maleo yang dilepasliarkan sejak konservasi ex situ dilaksanakan oleh dua perusahaan migas di daerah ini.
Selain itu, masih ada yang perlu menjadi perhatian dalam upaya pelepasliaran. Adanya kandang habituasi sebelum pelepasliaran anakan Maleo. Kandang habituasi memungkinkan anakan Maleo beradaptasi dengan kondisi alam yang sebenarnya, selama dua minggu sebelum dilepasliarkan.
“Kedepan mungkin perlu dipikirkan untuk membuat kandang habituasi di daerah pelepasliaran. Diamati selama dua pekan. Dilepasliarkan setelah bisa beradaptasi,” katanya.
Ke depannya, untuk setiap Perjanjian Kerja Sama (PKS), perlu dimasukkan kegiatan kandang habituasi.
“Kandang habituasi itu penting karena sejak ditetaskan anakan Maleo diberi makan, sehingga tidak bisa mencari makan sendiri. Untuk itu perlu penelitian lebih lanjut bagaimana kondisi anakan Maleo setelah dilepasliarkan,” ujarnya.(aa)