Polemik Plasma Sawit di Banggai, PT. Sawindo mengembalikan Plasma sesuai Petani di SK CPCL

oleh
Penulis: Gufran Sabudu  |  Editor: Red
Istimewa

OBORMOTINDOK.CO.ID. Banggai– PT Sawindo Cemerlang akhirnya memberikan klarifikasi atas pemberitaan yang dimuat media Obor Motindok berjudul “PT Sawindo Cemerlang Dituding Tak Bayar Hasil Sawit Petani Selama 7 Bulan” pada Jumat (15/8/2025).

Melalui Humas Legal PT Sawindo Cemerlang, Dodi Yoanda Lubis, perusahaan menegaskan hak jawabnya sesuai dengan Peraturan Dewan Pers Nomor 9/Peraturan-DP/X/2008 tentang Pedoman Hak Jawab. Dodi menegaskan bahwa pihaknya tetap berkomitmen menjalankan kewajiban terhadap petani plasma sesuai perjanjian yang telah disepakati.

PT Sawindo Cemerlang diketahui bermitra dengan Koperasi Sawit Maleo Sejahtera (SMS) yang beranggotakan ratusan petani plasma. Kerja sama tersebut diatur melalui Surat Perjanjian Kerja Sama (SPK) Nomor 010/SCEM.DIR.X/V/18 – 003/KOPBUN-SMS/V/2018, dengan dasar hukum SK CPCL Bupati Banggai Nomor 520/1657/DTPHP Tahun 2018 tentang Penetapan Lokasi Kebun Plasma di Kecamatan Batui dan Batui Selatan.

“Dalam perjanjian plasma itu jelas diatur kewajiban perusahaan untuk membayar hasil produksi sawit kepada petani plasma sesuai nama-nama yang tercantum dalam SK CPCL. Kami pastikan hak-hak petani tidak akan hilang,” jelas Dodi.

Lebih lanjut, Dodi menyoroti pernyataan salah satu petani plasma bernama Ngatemin. Menurut data perusahaan, Ngatemin sebelumnya menerima hasil plasma dari lahan seluas 213,86 hektare. Namun belakangan ia menyebut hanya menguasai 88,87 hektare.

“Perusahaan sudah meminta klarifikasi kepada Ngatemin terkait perbedaan data tersebut. Kami juga ingin tahu, kemana hasil dari lahan 88,87 hektare itu dibayarkan. Jangan sampai penerima bukan masyarakat asli Batui atau Batui Selatan, karena nilainya bisa mencapai ratusan juta rupiah per bulan,” tegas Dodi.

BACA JUGA:  Kasus Covid-19 Naik, Varian Delta Diwaspadai 

Ia menambahkan, perusahaan perlu memastikan bahwa penerima SHP (Sertifikat Hak Plasma) adalah pihak sah yang tercatat resmi dalam SPK dan SPHU. Hal ini penting agar semua pihak dapat mempertanggungjawabkan secara hukum, baik pidana, perdata, maupun wanprestasi.

Selain itu, PT Sawindo Cemerlang juga menyinggung transaksi jual beli lahan seluas 20 hektare pada tahun 2015 antara Ngatemin dengan perusahaan senilai Rp70 juta. Hingga kini, lahan tersebut tidak bisa dikelola karena masyarakat setempat mengklaim masih memiliki legalitas atas tanah itu.

“Hasil pencocokan dokumen menunjukkan adanya perbedaan tanda tangan antara KTP penjual lahan dengan dokumen jual beli yang dipegang Ngatemin. Hal ini patut diduga cacat administrasi. Atas kerugian tersebut, perusahaan meminta Ngatemin bertanggung jawab,” jelas Dodi.

Sementara itu, Ngatemin sebelumnya menegaskan bahwa dirinya telah membeli lahan tersebut sejak sembilan tahun lalu. Ia mengaku selama ini menerima hasil sawit tanpa pernah dipermasalahkan.

“Selama sembilan tahun legalitas saya tidak pernah dipermasalahkan, baik oleh pemerintah desa, camat, maupun perusahaan. Bahkan delapan humas dan empat manajer sebelumnya tidak pernah mempermasalahkan pembayaran plasma saya,” ujarnya.

Ngatemin menilai persoalan baru muncul sejak Dodi menjabat sebagai Humas Legal PT Sawindo Cemerlang. Ia mengaku sudah menempuh jalur mediasi hingga empat kali melalui Kantor Bupati Banggai, namun belum menemukan titik temu.

Ngatemin pun berharap Pemerintah Kabupaten Banggai turun tangan menyelesaikan polemik ini. “Hanya pemerintah daerah yang bisa memberi keadilan bagi petani yang merasa dirugikan,” tegasnya. (rob/sal)