OBORMOTINDOK.CO.ID. Palu— Kehadiran Grup Salim dalam pengelolaan tambang PT Citra Palu Minerals (CPM) sejak tahun 2023 dinilai belum memberikan manfaat ekonomi yang signifikan bagi masyarakat sekitar. Selain itu, kebijakan perusahaan juga dinilai tidak berpihak pada kelestarian lingkungan dan kesejahteraan warga lingkar tambang.
Wakil Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Aristan, mengungkapkan bahwa dalam beberapa minggu terakhir, berbagai kelompok masyarakat telah menyampaikan aspirasi mereka melalui aksi unjuk rasa.
Menurut Aristan, warga yang melakukan aksi protes mengeluhkan perubahan yang terjadi setelah Grup Salim masuk dalam pengelolaan tambang emas Poboya.
Sebelumnya, masyarakat masih memiliki akses ekonomi melalui koperasi yang didirikan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Namun, dengan dihapuskannya koperasi dalam sistem pengelolaan tambang, masyarakat kehilangan sumber penghidupan mereka.
“Peniadaan koperasi dalam pengelolaan tambang ini seperti bom waktu bagi BRMS dan Grup Salim. Jika terus dibiarkan, dampaknya bisa semakin besar,” ujar Aristan.
Selain itu, warga juga menyoroti penunjukan perusahaan asing asal Australia, Macmahon, oleh BRMS sebagai kontraktor tambang. Keputusan ini dinilai semakin mempersempit peluang tenaga kerja lokal untuk bekerja di PT CPM.
“Macmahon sebagai kontraktor asing tentu akan membawa tenaga kerja mereka sendiri, yang berarti akses tenaga kerja lokal semakin sulit,” kata Aristan.
Menanggapi keresahan masyarakat, Aristan menegaskan bahwa DPRD memiliki tugas untuk melakukan pengawasan.
Ia meminta Kantor Wilayah Imigrasi dan Pemasyarakatan (IMIPAS) untuk memeriksa dokumen visa tenaga kerja asing (TKA) yang bekerja di tambang emas Poboya.
“Kami ingin memastikan apakah tenaga kerja asing dari Macmahon menggunakan visa kerja yang sesuai dengan regulasi, atau justru masuk dengan visa turis. Jika ditemukan pelanggaran, maka Grup Salim dan BRMS harus bertanggung jawab dan segera memulangkan mereka,” tegasnya.
Aristan juga mengingatkan PT CPM agar serius memperhatikan aspirasi masyarakat.
Jika keresahan warga diabaikan, dikhawatirkan akan berdampak pada meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran di Kota Palu.
Lebih lanjut, Aristan menyoroti potensi dampak sosial yang bisa timbul dari kebijakan PT CPM.
Menurutnya, keberadaan tenaga kerja asing dalam jumlah besar dapat memicu kecemburuan sosial di antara pekerja lokal dan masyarakat sekitar tambang.
“Kita tidak ingin ada konflik sosial karena ketimpangan kesempatan kerja antara TKA dan tenaga lokal. Oleh karena itu, PT CPM harus menyelesaikan masalah ini dengan baik agar tidak terjadi gejolak di masyarakat,” pungkasnya.**(go)