OBORMOTINDOK.CO.ID,Luwuk – Kabupaten Banggai merupakan daerah penghasil Migas di Sulawesi Tengah. Ada dua kontraktor yang melakukan eksploitasi Migas di daerah ini. Pertama adalah JOB Pertamina Medco, yang mengelolah Blog Senoro (Sinorang-Pausibuloli), dan kedua adalah Pertamina EP, yang mengelolah blok Donggi (Dongin) dan blok Matindok (kayoa).
Dalam istilah industri hulu migas, kedua kontraktor itu dinamakan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Baik JOB Pertamina Medco, maupun Pertamina EP, sama sama memproduksi Gas. Nah, selain menghasilkan gas, kedua kontraktor itu juga menghasilkan kondensat. Kondensat adalah, hidrokarbon berbentuk cair yang diperoleh dari gas alam melalui proses kondensasi atau ekstraksi.
Sejauh ini, pembahasan industri hulu Migas Kabupaten Banggai hanya tertuju pada produksi gas dari perut Bumi Kabupaten Banggai, Sulteng. Yang selalu berujung pada perhitungan dana bagi hasil (DBH) Minyak Bumi dan DBH Gas Bumi, yang setiap tahun diterima oleh Kabupaten Banggai maupun oleh Provinsi Sulawesi Tengah dan dituangkan dan struktur APBD.
Yang menjadi soal sekarang adalah kondensat. Dua kontraktor hulu Migas itu, yakni JOB Pertamina Medco dan Pertamina EP, sejak beberapa tahun terakhir terus melakukan produksi kondensat, namun tidak melakukan transparansi atas pengelolannya, baik produksi maupun penjualannya, termasuk hak yang diterima daerah penghasil kondensat.
Pada April 2019 lalu, berbagai media merilis keterangan Direktur Utama Pertamina Hulu Energi (PHE), Meidawati, yang menyebutkan produksi kondensat yang dihasilkan oleh JOB Tomori dari wilayah kerja (WK) Senoro – Toili, hingga April 2019 tercatat sebesar 8.441 barrel condensate per day (BCPD).
“Produksi kondesat WK Senoro-Toili sebesar 8.441 BCPD atau 107 persen di atas target APBN yang ditetapkan 7.860 BOPD,” kata Meidawati, seperti dikutip industri.kontan.co.id.
Sementara itu, pada 17 Mei 2019 lalu, republika.co.id juga merilis produksi kondensat yang dihasilkan oleh PT Pertamina EP Asset 4 Donggi Matindok Field, dari 2 struktur aktif yaitu Donggi dan Matindok. Disebutkan, kinerja di kuartal I tahun 2019, Donggi Matindok Field mampu memproduksikan kondensat sebesar 854 BCPD atau 109,4 persen terhadap target 2019.
Setidaknya ada beberapa indikasi penyimpangan yang saat ini mengemuka. Pertama adalah penegasan penjualan kondensat yang ditekankan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hal tersebut sesuai dengan amanat Permen ESDM Nomor 42 tahun 2018. Berdasarkan Permen ESDM tersebut, sejatinya JOB Pertamina Medco dan Pertamina EP sebagai kontraktor hulu Migas, wajib menjual kondensat yang mereka hasilkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Yang terjadi saat ini, kedua kontraktor tersebut terindikasi menjual kondensat ke pasar internasional (ekspor).
Buktinya, detikfinance merilis, penjualan kondensat ke pasar internasional sudah terjadi sejak tahun 2015. JOB Pertamina Medco sejak Agustus 2015 telah menjual 210.000 barel kondensat ke Mitsui, perusahaan asal Jepang, menggunakan kapal tangker Nord Snow Queen.
Disebutkan, penjualan kondensat tersebut merupakan bagian Medco Energi sebagai salah satu pemegang saham di JOB Pertamina Medco. Sedangkan penjualan atau pengapalan kondensat selanjutnya, akan menjadi bagian PT.Pertamina (Persero) melalui anak usahanya PT.Pertamina Hulu Energi (PHE) dan Pemerintah.
Sejak produksi perdana dan ekspor kondensat ke Jepang pada Agustus 2015 itu, JOB pertamina tidak pernah lagi merilis aktivitas penjualan kondensat. Begitu juga dengan Pertamina EP, yang justru tidak pernah merilis penjualan kondensat yang dihasilkannya.
Bahkan dalam sebuah pertemuan dengan wartawan di Luwuk, Selasa (16/7/2019) pekan lalu, manajemen JOB Pertama Medco maupun manajamen Pertamina EP, tidak bersedia memberikan penjelasan soal produksi dan penjualan kondensat yang mereka hasilkan.
Begitu pula dengan SKK Migas, yang tidak memberikan penjelasan seputar produksi dan penjualan kondensat dalam pertemuan tersebut. Padahal, SKK Migas merupakan satuan kerja, yang melaksanakan penyelenggaraan pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Bungkamnya dua kontraktor hulu migas dan SKK Migas dalam pertemuan tersebut, memantik spekulasi soal adanya dugaan penyimpangan dalam penjualan kondensat, baik minyak mentah dan atau kondensat (MMK) bagian negara, maupun MMK bagian kontraktor, terutama yang berkaitan dengan prinsip ekspor minyak mentah dan atau kondensat, maupun prosedur pengajuan permohonan rekomendasi dan persetujuan ekspor.
Pasalnya, berdasarkan Keputusan Kepala SKK Migas tentang Pedoman Tata Kerja Lifting Minyak Mentah Dan/Atau Kondensat Dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi, Nomor : PTK-064/SKKMA0000/2017/S0, memuat tentang prinsip-prinsip lifting ekspor baik prosedur pengajuan permohonan rekomendasi, maupun permohonan persetujuan ekspor.(gt)