OBORMOTINDOK.CO.ID  – Direktur Eksekutif Indonesia Development Monitoring (IDM) Fahmi Hafel menyampaikan, hasil survei lembaganya menunjukkan bahwa masyarakat puas kinerja Kejaksaan Agung dan Kepolisian Republik Indonesia dalam penegakan hukum.

Fahmi Hafel dalam keterangannya di Jakarta Kamis, 21 November 2021, mengatakan, hasil survei mencatat tingkat kepercayaan publik kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) 79,2 persen atau tertinggi di antara penegak hukum lainnya, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri, dan Mahkamah Agung.

Posisi berikutnya adalah Polri dengan skor 73,4 persen. KPK hanya 62,8 persen persen yang menyatakan percaya kepada lembaga itu.

“Hanya 62,3 persen responden yang sangat atau cukup percaya kepada pengadilan,” katanya.

Polri diapresiasi 80,2 persen respoden, KPK yang diapresiasi 67,6 persen responden, dan Mahkamah Agung 52,1 persen.

“Apresiasi tertinggi diraih Kejaksaaan Agung yang diapresiasi oleh publik berkinerja baik dalam penegakan hukum dan pemebarantasan korupsi yang diapresiasi 88,6 persen respoden,” katanya.

Menurutnya, hasil jajak pendapat juga memperlihatkan, aparat penegak hukum dinilai oleh 57,9 persen telah mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum.

“Masih ada 38,8 persen yang tidak puas terhadap aparat penegak hukum, terutama mengarah pada penanganan pelanggaran hak asasi manusia, kriminalitas, dan kasus korupsi,” katanya.

Katanya, penilaian publik terhadap kejaksaan pada beberapa aspek pada umumnya cenderung positif atau lebih banyak yang menilai positif dibanding negatif.

Fahmi menjelaskan bahwa penilaian yang paling positif berkait kejaksaan tercatat 83,6 persen menilai pemberantasan korupsi atau kasus-kasus korupsi kelas kakap yang diungkap oleh Kejaksaan Agung.

Hal itu dinilai sangat memuaskan publik, dan hanya 10,7 persen yang tidak puas, kemudian sebanyak 5,7 persen tidak memberikan penilaian.

Ia menyebutkan kejaksaan menangani perkara yang memiliki nilai kerugian yang cukup besar, menangani korporasi sebagai pelaku tindak pidana, serta menangani perkara yang bersentuhan dengan sektor penerimaan negara.

Publik menilai kejaksaan bisa menginisiasi penindakan tindak pidana korupsi yang merugikan perekonomian negara.

Kejaksaan Agung dan kejaksaan di seluruh Indonesia  menyelamatkan keuangan negara Rp19,2 triliun dan telah berkontribusi untuk penerimaan negara bukan pajak (PNBB) sebesar Rp346,1 miliar.

Namun, katanya, masih ada penilaian negatif terhadap kejaksaan yaitu menilai jaksa tidak bersih dari praktik suap.

“Yang menilai jaksa bersih dari praktik suap hanya 62,3 persen, sementara 32,4 persen menyatakan jaksa banyak terlibat praktik suap dan tidak bersih, sisanya sekitar 5,3 persen tidak dapat memberi penilaian,” tambahnya.

Selain itu, penilaian publik kepada kejaksaan di beberapa aspek pada umumnya cenderung positif atau lebih banyak yang menilai positif dibanding negatif.

Hal itu konsisten dengan penilaian warga terhadap bagaimana kejaksaan menangani kasus kasus-kasus korupsi besar dan kasus-kasus di daerah.

Sekitar 72,8 persen responden menilai kasus-kasus di daerah ditangani oleh kejaksaan secara serius dan profesional.

Penilaian-penilaian itu, menurutnya, berpengaruh pada tingkat kepercayaan warga. Kejaksaan perlu menyikapinya dengan bijak dan menjadikannya masukan demi memperbaiki kinerja lembaganya pada masa mendatang.

Beberapa langkah yang diambil pemerintah tampak lebih banyak menuai keyakinan daripada ketidakyakinan publik.

Sikap tegas kepada birokrasi yang korupsi, pengungkapan kasus-kasus korupsi besar, dan tuntutan hukum yang berat bagi para koruptor oleh kejaksaan.

Ia menyebutkan IDM kembali melakukan survei terhadap kinerja penegak hukum. Hasil jajak pendapat masyarakat dengan tema “Evaluasi publik terhadap kondisi penegakan hukum pada era pemerintahan Jokowi -Ma’ruf Amin” ini dilaksanakan 4 sampai 16 Oktober 2021.

Survei ini melibatkan 1.680 responden yang dipilih secara acak. Margin of error survei sebesar 2,4 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen survei.

Fahmi Hafel mengatakan, penegakan hukum sepanjang 2 tahun pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin mulai memberi harapan.

Isyarat perbaikan itu ditangkap publik meski masalah mendasar, seperti budaya taat hukum dan mentalitas aparat, masih belum terselesaikan.

Menurutnya, publik menaruh harapan besar pada sejumlah kebijakan penegakan hukum yang diambil pemerintah dan juga mengapresiasi lembaga hukum yang telah gencar memerangi korupsi.

Fahmi menjelaskan bahwa hasil evaluasi masyarakat terhadap kondisi penegakan hukum terekam dalam hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh IDM yang mayoritas responden 85,7 persen.

Responden saat ini menilai kondisi penegakan hukum selama 2 tahun pemerintahan Jokowi-Maruf Amin berjalan sama baik, bahkan lebih baik jika dibandingkan dengan periode Jokowi-Jusuf Kalla.

Ia menyebutkan hanya 12,1 persen yang menyatakan kondisi penegakan hukum tidak berjalan dengan baik dan sebanyak 2,2 persen tidak memberikan pendapat. *

Sumber: Antara

 

Phian