OBORMOTINDOK.CO.ID, LUWUK – Derasnya geliat penolakan masyarakat terhadap rencana pertambangan nikel di sejumlah wilayah di Kabupaten Banggai sepertinya tidak akan memberi hasil. Pasalnya, proses perizinan dari aspek lingkungan hingga kini terus berjalan.
Buktinya pada Jumat (22/1/2021) Komisi Penilai Amdal (KPA) tetap menggelar sidang Amdal tahap ke tiga, untuk rencana tambang nikel di Kecamatan Masama, Bualemo dan Luwuk Timur yang menjadi tahapan proses menuju penerbitan izin lingkungan yang menjadi prasarat perusahaan tambang mengajukan IUP Operasi Produksi.
BACA JUGA : Masyarakat Menolak, Wakil Bupati Malah Hadiri Sidang Penilai Andal RKL RPL Tambang Nikel Masama
BACA JUGA : Tolak Aktifitas Tambang Nikel Belasan Mahasiswa Datangi Kedung DPRD Banggai
Padahal, sejak beberapa pekan terakhir, geliat penolakan masyarakat terhadap masuknya tambang nikel di wilayah tersebut cukup kencang. Bahkan, dalam pembahasan Kerangka Acuan (KA) Andal sebelumnya, tim tehnis dikabarkan tidak memberikan persetujuan dan telah merekomendasikan banyak hal terkait perbaikan dokumen Kerangka Acuan tersebut.
Kenyatannya, bukannya melakukan revisi Kerangka Acuan Amdal sebagaimana keputusan tim teknis, terlebih dahulu, Komisi Penilai Amdal dan Dinas Lingkungan Hidup justru menggelar Sidang Amdal untuk menilai Dokumen Amdal, RKL dan RPL dari dua perusahaan pemrakarsa izin diwilayah tersebut, yakni PT Bumi Persada Surya Pratama dan PT Banggai Mandiri Pratama.
Seperti diketahui, Komisi Penilai Amdal (KPA) diketuai oleh Safari Yunus, yang merupakan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banggai. Sedangkan Sekretaris Komisi Penilai Amdal adalah Hery Adrianto Mantuges, yang juga merupakan salah satu kepala bidang di Dinas Lingkungan Hidup.
Posisi Safari Yunus yang menduduki jabatan Kepala Dinas Lingkungan Hidup, serta juga sebagai Ketua Komisi Penilai Amdal, menjadi penentu terhadap masuknya pertambangan nikel di daerah ini. Pasalnya, meskipun izin pertambangan telah menjadi kewenangan pemerintah pusat maupun provinsi, namun syarat untuk memperoleh IUP Operasi Produksi, pihak pemrakarsa harus terlebih dahulu memperoleh Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan (SKKL) yang diterbitkan oleh Dinas Lingkungan Hidup atau Komisi Penilai Amdal, setelah melalui beberapa rentetan pembahasan baik dokumen Kerangka Acuan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Rencana Kerja Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) yang diajukan pemrakarsa.
Sejauh ini, tim teknis telah memberikan rekomendasi yang berisikan penolakan terhadap dokumen pemrakarsa, peserta sidang amdal penilaian dokumen AMDAL dan RKL-RPL juga telah memberikan masukan penting yang berisi pentingnya perbaikan dokumen lingkungan, bahkan aksi penolakan dari masyarakat terdampak.
Sekretaris Lembaga Bantuan Hukum Progresif Cabang Banggai, Ismail Angio,SH mengatakan, Kepala Dinas Lingkungan Hidup yang juga Ketua Komisi Penilai Amdal, hendaknya bijak dan tidak memaksakan kehendak saat menerbitkan kelayakan lingkungan atau ketidak layakan lingkungan.
“Karena semua tergantung kepala dinas yang juga ketua komisi amdal, jika beliau paksakan berarti tidak mengindahkan banyak pendapat dan sikap masyarakat yang sudah ada. Saran saya, apa yang sudah disampaikan tim teknis, pendapat peserta sidang penilaian, dan juga aksi penolakan masyarakat, hendaknya jadi pertimbangan untuk menerbitkan surat keputusan tidak layak langkungan, agar semua ini tidak bisa berproses lebih lanjut. Gunakan jabatan untuk melindungi rakyat, jangan jadikan jabatan untuk menghianati rakyat. Jika belum mampu memberi kesejahteraan, setidaknya jangan menimbulkan kesengsaraan bagi rakyat,” tandas aktivis muda asal Masama itu. (gt)
Discussion about this post