OBORMOTINDOK.CO.ID. Bangkep— Memasuki usia ke-80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep), Muh. Aris Susanto, SE., ME., mengajak seluruh pihak untuk menjadikan desa sebagai pusat pelayanan dan pemberdayaan masyarakat.
Dalam refleksinya pada Rabu (13/8/2025), Aris menegaskan bahwa semangat kemerdekaan harus diwujudkan melalui pelayanan publik yang nyata, sederhana, namun berdampak langsung bagi masyarakat.
“Delapan puluh tahun merdeka seharusnya cukup menjadi pengingat bahwa negara dan pemerintah harus hadir di titik paling dasar, yaitu desa. Bukan sekadar regulasi, tapi melalui tindakan konkret yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat,” tegasnya.
Komitmen tersebut diwujudkan melalui program unggulan “Tugu Desa” — akronim dari Sabtu Minggu di Desa. Program ini merupakan inisiatif jemput bola yang memungkinkan tim Dinas PMD turun langsung ke desa-desa setiap akhir pekan untuk membuka akses komunikasi dua arah antara pemerintah dan masyarakat.
Melalui program ini, masyarakat desa dapat mengakses berbagai layanan seperti, Konsultasi pengelolaan dana desa, Penguatan kapasitas aparatur desa, Pelayanan administrative, Identifikasi dan penanganan masalah local.
“Kita tidak bisa terus menunggu masyarakat datang ke kantor untuk menyampaikan masalahnya. Kita harus hadir, mendengar langsung, dan bersama-sama mencari solusi. Inilah semangat Tugu Desa,” jelas Aris.
Aris juga menyampaikan bahwa dinamika pelayanan desa di Banggai Kepulauan masih menghadapi sejumlah tantangan, seperti, Terbatasnya infrastruktur, Kapasitas SDM yang belum merata dan Kesenjangan dalam pemanfaatan teknologi informasi.
Namun demikian, ia tetap optimistis. Menurutnya, dengan komitmen dan kerja kolaboratif, berbagai kendala itu bisa diatasi.
Sebagai langkah lanjutan, Dinas PMD Bangkep tengah mempersiapkan digitalisasi pelayanan desa, yang direncanakan mulai diujicobakan pada pertengahan Oktober 2025.
“Dengan sistem digital, kita ingin mendorong efisiensi dalam pelayanan, baik dari sisi waktu, biaya, maupun tenaga bagi masyarakat maupun aparatur desa,” terangnya.
Aris menegaskan bahwa digitalisasi bukan sekadar soal penggunaan teknologi, tapi juga menyangkut perubahan cara pandang dalam memberikan pelayanan publik yang lebih cepat, transparan, dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
“Kita tidak sempurna, tapi proseslah yang menyempurnakan,” ujarnya menutup.
Refleksi ini menjadi pengingat bahwa kemerdekaan sejati bukan hanya simbolik, melainkan saat negara hadir nyata untuk melayani, bukan dilayani. Khususnya di desa, di mana harapan masyarakat harus dijawab dengan kerja nyata, keberpihakan, dan kehadiran langsung pemerintah. (don)






