OBORMOTINDOK.CO.ID. Banggai— Ribuan warga Batui memadati jalur prosesi adat Mombowa Tumpe 2025, sebuah tradisi sakral pengantaran telura pertama burung Maleo yang telah diwariskan turun-temurun oleh masyarakat adat Batui. Prosesi yang berlangsung pada Selasa, 2 Desember 2025 ini diawali dari Rumah Adat Batui di Kelurahan Tolando, Kecamatan Batui, menuju Pelabuhan Tumpe di Kelurahan Bugis, kemudian dilanjutkan ke Karaton Kerajaan Banggai di Banggai Laut (Balut).
Tradisi Mombowa Tumpe merupakan warisan leluhur masyarakat Batui yang hingga kini tetap terpelihara. Sejak dahulu, ritual ini digelar sebagai simbol penghormatan adat sekaligus pengikat nilai kebersamaan masyarakat Banggai.
Prosesi Khidmat dan Penuh Makna
Dalam rangkaian perjalanan, rombongan adat terlebih dahulu singgah di Tanjung Pinalong untuk melaksanakan ritual melempar batu. Prosesi kemudian berlanjut ke Pulau Tolo untuk mengganti pembungkus daun telur Maleo, sebelum akhirnya diserahkan secara seremonial di Pelabuhan Banggai Laut.
Tahun ini prosesi tercatat berlangsung lebih meriah dan menunjukkan konsolidasi yang kuat antara masyarakat adat, pemerintah daerah, serta unsur keamanan.
Acara turut dihadiri oleh Drs. H. Amin Djumail mewakili Bupati Banggai, Kabid Ekonomi Kreatif Dispar Banggai Dewiyanti Lamala, Kasubag Umum dan Kepegawaian Verawati Abdullah, perwakilan Polsek dan Danramil Batui, serta Sekretaris Adat Kabupaten Banggai, H. Sofyan Sayunan.
Tidak hanya itu, ribuan warga dari seluruh desa se-Kecamatan Batui, perwakilan perusahaan, hingga tokoh adat Bosanyo ikut memeriahkan tradisi ini.
Pesan Adat: Tumpe Tidak Boleh Pudar
Sekretaris Adat Kabupaten Banggai, H. Sofyan Sayunan, menegaskan bahwa tradisi Tumpe merupakan amanah leluhur yang wajib dijaga.
“Ritual adat Tumpe ini sampai Kiamat pun akan tetap dilaksanakan. Ini amanah leluhur. Tempat penakaran telur harus kita jaga. Perda Adat 254 sudah hadir dan aturan khusus akan diperkuat melalui Peraturan Bupati,” ujarnya.
Camat Batui, Plt. Umar Samsudin, juga menyampaikan apresiasi atas kekompakan masyarakat adat dalam menjaga kekhidmatan acara, mulai dari persiapan hingga pelaksanaan.
Sementara itu, melalui sambutan yang dibacakan Drs. H. Amin Djumail, Bupati Banggai H. Amiruddin Tomerala, MM, menegaskan bahwa Tumpe adalah simbol kebersamaan masyarakat Banggai.
“Tradisi ini memperkuat harmoni sosial dan kecintaan pada warisan leluhur. Dengan memohon ridho Allah SWT, prosesi pengantaran Tumpe saya lepas secara resmi,” ungkapnya.
Sejarah Tumpe dan Pesan Pelestarian Lingkungan
Puncak prosesi berlangsung ketika tokoh adat Batui, H. Muh. Amin Daatang, membacakan sejarah singkat ritual dalam bahasa Batui. Ia menuturkan perjalanan panjang tradisi Tumpe serta kaitannya dengan jejak syariat Islam di Tanah Banggai.
Dalam penyampaiannya, ia juga menyoroti semakin berkurangnya habitat burung Maleo. Sebagai bentuk penghormatan adat sekaligus upaya pelestarian, pengambilan telur kini dibatasi hanya sekali dalam setahun.
Tradisi Besar Tanpa Kehadiran Bupati, Prosesi Tetap Meriah
Meski Bupati Banggai H. Amirudin Tamoreka tidak hadir langsung, pelaksanaan Mombowa Tumpe 2025 tetap berlangsung meriah, tertib, dan penuh makna. Tradisi ini kembali menegaskan posisinya sebagai pilar budaya Banggai dan pengingat pentingnya menjaga kelestarian burung Maleo satwa endemik yang memiliki nilai spiritual mendalam bagi masyarakat adat**






