Rektor Untika: Gugatan PSU Tak Relevan, Suara Rakyat Harus Dihormati

oleh
oleh
Taufik Bidullah, SE., M.Si.,

OBORMOTINDOK.CO.ID. LUWUK— Polemik Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kabupaten Banggai kembali menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Tak hanya di kalangan aktivis politik dan pendukung pasangan calon, isu ini juga menyita perhatian para tokoh masyarakat, tokoh adat, hingga akademisi.

Rektor Universitas Tompotika (Untika) Luwuk, Taufik Bidullah, SE., M.Si., Senin, 28 April 2025, turut angkat bicara mengenai wacana PSU yang kembali mencuat. Ia menilai bahwa meskipun secara prosedural pihak-pihak tertentu memiliki hak untuk mengajukan gugatan, termasuk permintaan PSU, namun dalam kasus ini seharusnya langkah tersebut tidak dilakukan oleh Paslon 03 (Anti Murat – Samsulbahri Mang).

Menurutnya, langkah Paslon 03 tersebut tidak tepat karena didasarkan pada dugaan pelanggaran yang justru melibatkan tim mereka sendiri.

“Ada beberapa kepala desa yang ditetapkan sebagai tersangka karena diduga membantu memenangkan Paslon 03. Jadi kondisi ini bisa diibaratkan seperti ‘maling teriak maling’,” tegas Taufik.

Lebih lanjut, Taufik menyampaikan keprihatinannya atas situasi politik yang tak kunjung mereda. Perdebatan politik yang terus berlanjut justru berdampak negatif terhadap produktivitas masyarakat dan perekonomian daerah.

“Kami dari dunia akademik juga melihat bahwa polemik PSU ini turut menghambat jalannya program pemerintahan. Banggai tertinggal dibandingkan daerah lain karena energi masyarakat dan pemerintah terkuras untuk urusan politik,” ujarnya.

Taufik juga menyinggung kasus dugaan persekusi terhadap tiga kepala desa yang menjadi sorotan publik. Ia menyayangkan banyaknya informasi simpang siur yang berkembang, namun justru menyebut adanya indikasi bahwa kelompok dari luar daerah datang dengan niat memprovokasi.

“Bisa jadi warga setempat bertindak defensif demi menjaga keamanan wilayahnya. Ini bukan semata-mata aksi brutal, tapi refleks mempertahankan ketertiban,” tambahnya.

Terkait pelaksanaan PSU, Taufik menegaskan bahwa suara rakyat tetap harus dihargai. “Kalau pun ada dugaan politik uang, pemilih tetap memilih secara sadar. Maka hasil PSU yang sah harus diakui sebagai suara rakyat,” jelasnya.

BACA JUGA:  100 Anggota DPRD Kabupaten/Kota di Sulteng Ikuti Orientasi Pembekalan

Ia mengingatkan bahwa PSU bukan tanpa konsekuensi. Proses ini menghabiskan anggaran besar mulai dari percetakan surat suara, distribusi logistik, hingga pengamanan.

“Yang rugi bukan hanya negara, tapi juga rakyat. Bupati terpilih tidak bisa bekerja optimal karena proses belum tuntas, pembangunan dan pelayanan publik pun terhambat,” ujar Taufik.

Sementara itu, Ketua adat (Bosanyo Kintom), Zuhri Noho, mengimbau warga Banggai untuk tetap menjaga kerukunan di tengah memanasnya suhu politik.

“Mari kita percayakan kepada Mahkamah Konstitusi. Hakim pasti tahu keputusan yang terbaik untuk Banggai,” ucap Zuhri.

Ia juga mengingatkan bahwa jika PSU terus dilakukan, bukan hanya menimbulkan pemborosan anggaran dan kejenuhan politik, tetapi juga membuka potensi konflik antarsuku jika terjadi perubahan hasil pemilihan.

“PSU sudah sekali dilakukan dan hasilnya tetap menunjukkan kemenangan Paslon 01, Amirudin Tamoreka – Furqanuddin Masulili (AT-FM). Tidak perlu ada PSU lagi,” tutup Zuhri.**