OBORMOTINDOK.CO.ID. – Minggu (19/9/2021) jelang petang, jaringan internet di bawah kendali PT Telkom dan anak usahanya di banyak titik di Indonesia “jatuh”.

Bukan hanya di Jakarta, pengguna internet di wilayah Indonesia timur juga mengalami serupa.

PT Telkom lantas melaporkan bahwa gangguan internet ini karena ada jaringan kabel laut di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan yang terganggu.

Gangguan internet ini membuat banyak orang “menjerit”. Ada yang sebal karena bisnis onlinenya batal, ada yang sebal karena tidak bisa memprosting konten berita, ada juga yang sebal karena layanan kesehatannya terganggu.

Pendek kata, gangguan internet membikin tata hidup era digital menjadi “berantakan”. Seolah, manusia hidupnya sangat tergantung oleh internet.

Tanpa internet, hidup manusia di era digital ini boleh dibilang selesai.

Inilah salah satu alasan mengapa hidup dengan cara manual zaman “old” lebih manusiawi dibanding cara digital yang kekinian.

Dengan cara manual, manusia dituntut beraktivitas secara terukur dengan cara-cara alami. Manusia dituntut berinteraksi langsung manakala harus berbisnis, karena berbagai pesan dan konfirmasi hanya bisa dijalankan menggunakan pertemuan langsung, seperti tanda tangan, penyerahan dokumen fisik, dan transaksi tunai.

Hidup yang serba digital, manusia tidak diharuskan berinteraksi fisik untuk menjalani kepentingannya. Mereka cukup menggunakan platform yang didukung internet maka segala urusan bisa dituntaskan.

Namun, ketika internet terganggung seperti kemarin, segala kegiatan manusia dalam segala aspeknya juga berhenti total. Manusia seperti dikunci dalam ruang sempit yang tidak lagi bisa menjalankan kegiatan seperti biasanya.

Internet menjadi nyawanya manusia digital. Tanpa internet, manusia tidak punya arti sama sekali.

Di sini terlihat sekali bahwa dunia begitu dikuasi pemilik usaha teknologi komunikasi dan informasi. Mereka menggenggam semua kehidupan planet Bumi ini.

Di tangan usaha telekomunikasi dan informasi inilah, hidup manusia diatur sesuai selera teknologi yang mereka ciptakan.

Contoh sederhana saja misalnya, manusia dipaksa untuk membayar melalui sistem nontunai utuk beberapa transaksinya. Dan, mereka yang masih gagap teknologi atau tidak terjangkau layanan seperti itu dipaksa untuk tersisih dengan sendirinya.

Ini tentu melahirkan ketimpangan tersendiri di tengah kehidupan. Seolah-olah hidup ini hanya milik mereka yang menguasai teknologi informasi dengan sistem digitalnya.

Padahal, hidup ini hakikatnya dibangun dari interaksi sosial secara langsung. Interaksi sosial secara fisik akan memberi warna kehidupan yang lebih manusiawi, menyentuh, dan penuh kasih.

Dan, manusia butuh itu semua. Teknologi digital tidak bisa menggantikan unsur rasa di dalam kehidupan secara nyata. *

Krista Riyanto

Phian