OBORMOTINDOK.CO.ID. – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Andi Merya Nur (AMN) dan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kolaka Timur Anzarullah (AZR) menjadi tersangka dugaan suap pengadaan barang/jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara 2021.

“Setelah pengumpulan berbagai bahan keterangan dugaan tindak pidana korupsi dimaksud, selanjutnya KPK melakukan penyelidikan yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, maka KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat jumpa pers, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (22/9/2021).

Anzarullah selaku pemberi suang disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan Andi Merya selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam kegiatan tangkap tangan (OTT) KPK menangkap enam orang pada Selasa (21/9) malam di Kabupaten Kolaka Timur. Mereka ialah Andi Merya Nur, Anzarullah, Mujeri Dachri (MD) yang merupakan suami Andi Merya, dan tiga ajudan Bupati Kolaka Timur masing-masing Andi Yustika (AY), Novriandi (NR), dan Muawiyah (MW).

Dalama perkara ini, Andi Merya Nur (AMN) diduga meminta uang Rp250 juta atas dua proyek yang berasal dari dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Hal tersebut terungkap dalam konstruksi perkara yang menjerat Andi Merya bersama Kepala BPBD Kabupaten Kolaka Timur Anzarullah (AZR) sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Sebagai realisasi kesepakatan, AMN diduga meminta uang sebesar Rp250 juta atas dua proyek pekerjaan yang akan didapatkan AZR tersebut,” ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat jumpa pers, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu.
Ghufron menjelaskan pada Maret-Agustus 2021, Andi Merya dan Anzarullah menyusun proposal dana hibah BNPB berupa dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RR) serta Dana Siap Pakai (DSP).

“Kemudian awal September 2021, AMN dan AZR datang ke BNPB Pusat di Jakarta untuk menyampaikan paparan terkait dengan pengajuan dana hibah logistik dan peralatan di mana Pemkab Kolaka Timur memperoleh dana hibah BNPB, yaitu hibah relokasi dan rekonstruksi senilai Rp26,9 miliar dan hibah dana siap pakai senilai Rp12,1 miliar,” ujarnya pula.

Tindak lanjut atas pemaparan tersebut, katanya, Anzarullah kemudian meminta Andi Merya agar beberapa proyek pekerjaan fisik yang bersumber dari dana hibah BNPB tersebut nantinya dilaksanakan oleh orang-orang kepercayaan Anzarullah dan pihak-pihak lain yang membantu mengurus agar dana hibah tersebut cair ke Kolaka Timur.
Ia mengatakan khusus untuk paket belanja jasa konsultansi perencanaan pekerjaan jembatan dua unit di Kecamatan Ueesi senilai Rp714 juta, dan belanja jasa konsultansi perencanaan pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi senilai Rp175 juta akan dikerjakan oleh Anzarullah.

“AMN menyetujui permintaan AZR tersebut dan sepakat akan memberikan fee kepada AMN sebesar 30 persen,” kata Ghufron.

Selanjutnya, Andi Merya memerintahkan Anzarullah untuk berkoordinasi langsung dengan Dewa Made Ratmawan selaku Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan (ULP), agar memproses pekerjaan perencanaan lelang konsultan dan mengunggahnya ke Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).

“Sehingga perusahaan milik AZR dan/atau grup AZR dimenangkan serta ditunjuk menjadi konsultan perencana pekerjaan dua proyek dimaksud,” kata Ghufron.

Ia mengatakan Andi Merya diduga meminta uang Rp250 juta atas dua proyek pekerjaan yang akan didapatkan Anzarullah tersebut.

“AZR kemudian menyerahkan uang sebesar Rp25 juta lebih dahulu kepada AMN, dan sisanya sebesar Rp225 juta sepakat akan diserahkan di rumah pribadi AMN di Kendari,” ujar dia.
Adapun sisa uang Rp225 juta tersebut yang diamankan KPK saat operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Andi Merya dan kawan-kawan.

Anzarullah selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan Andi Merya selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(kr)

Sumber: Antara

Phian