OBORMOTONDOK.CO.ID, MORUT- Rapat mediasi yang diinisiasi Pemda Morowali Utara (Morut) merespon aksi demonstrasi Serikat Petani Petasia Timur akhirnya berbuah manis.

Aksi demonstrasi Serikat Petani Petasia Timur itu berlangsung, Selasa (21/05/2024).

Sekretaris Daerah Morut didampingi Staf Ahli Bupati dan Kabag Pemerintahan memimpin rapat mediasi yang berlangsung selama 4 jam. Rapat tersebut dihadiri oleh Eva Bande, Noval A. Saputra yang mendampingi Serikat Petani Petasia Timur. Hadir pula Kepala Desa Tompira, Towara, Bungintumbe serta Kepala Desa Bunta.

Dalam rapat mediasi itu melahirkan terkait pelaksanaan pengembalian lahan masyarakat yang ada di sekitar perkebunan sawit PT. Agro Nusa Abadi (ANA) di wilayah Kecamatan Petasia Timur.

Terdapat enam poin hasil mediasi ditandatangani Sekretaris Daerah Morut dan Kabag Pemerintahan Morut serta dilampirkan tanda tangan peserta rapat.

“Hari ini kita berupaya untuk melahirkan narasi tindak lanjut yang dirumuskan secara bersama-sama dan saya menekankan bahwa jika saat ini atau di kemudian hari ada pergeseran batas desa, itu tidak bisa menggeser atau menghilangkan hak keperdataan seseorang. Kemudian dari semua pernyataan yang disampaikan bahwa ada rantai penghubung yang putus yaitu tidak dilakukannya uji publik,” ungkap Sekretaris Daerah Morut, Musda Guntur di agenda mediasi, Rabu (22/5/2024).

Badan Pimpinan Serikat Petani Petasia Timur, Ambo Endre mengatakan pertemuan ini sebagai kritik mereka atas proses reverifikasi dan revalidasi yang sedang berlangsung di beberapa desa. Secara khusus yang sedang dibahas di Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah yakni Desa Bunta.

“Kami menganggap prosesnya tidak dilakukan secara partisipatif dan transparan, sehingga langkah ini tidak terjadi pada desa-desa lainnya,” ungkapnya.

Kordinator FRAS ST, Eva Bande sekaligus aktivis pembela kaum tani ini menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Sekretaris Daerah Kabupaten Morowali Utara, yang sudah berani membuat langkah maju dan mengambil inisiatif untuk memimpin rapat mediasi.

Sekkab Morut sebut Eva, mengamini kehendak massa aksi beberapa hari lalu.

“Kemudian status clean and clear yang sudah ditetapkan pada Desa Tompira dan Desa Towara seharusnya dicabut, karena belum memenuhi syarat dan ketentuannya. Misalnya memastikan bahwa objek penilaian dalam hal ini tanah dengan segala sesuatu yang ada di atasnya dalam kondisi clean and clear tidak adanya masalah tumpang tindih kepemilikan,” katanya.

Penyelesaian dan penetapan tata batas desa harus menjadi prioritas Pemda Morowali Utara.

Anggota FRAS ST, Noval A. Saputra menegaskan agar Pemda Morut untuk tidak lagi menerbitkan izin lokasi kepada PT.Agro Nusa Abadi. “Sebab, temuan kami bahwa Surat Keputusan Bupati Morowali Utara Nomor 503/15/IL/DPM-PTSPD/IX/2021 Tentang Izin Lokasi Untuk Keperluan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pendukung Sarana Lainnya di Desa Tompira, telah menjadi dasar oleh Polres Morowali Utara untuk menangkap dan menahan petani sawit atas nama Syahril selama 56 hari, dan mirisnya dikeluarkan demi hukum karena tidak bisa dibuktikan segala tuduhan,” ungkap dia.

Mereka menawarkan skema resolusi konflik agraria kepada forum ini dan dibahas secara bersama-sama. Bahwa tahapan-tahapan untuk melaksanakan resolusi konflik agraria haruslah egaliter, transparan dan partisipatif.

Sehingga idealnya, proses reverifikasi dan revalidasi yang tengah berlangsung dilakukan secara menyeluruh dan tidak parsial.

Kemudian, dibutuhkan tim kerja kolaborasi antara pemerintah desa dan pihak Serikat Petani Petasia Timur dan mengevaluasi tim-tim desa yang telah bekerja melakukan reverifikasi dan revalidasi untuk mengedepankan asas keadilan dan asas keterbukaan.

Beberapa poin berita acara rapat mediasi tersebut di antaranya, Kepala Desa Tompira, Towara, Bungintimbe dan Bunta, agar membentuk tim verifikasi dan validasi data kepemilikan lahan masyarakat yang dit6.anami kelapa sawit oleh PT.Agro Nusa Abadi dengan melibatkan Serikat Petani Petasia Timur dan nama-nama anggota tim yang dibentuk melalui SK Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah nomor : 500.6.4.3/669/RO. HUKUM-G.ST/2023 serta pendampingan dari TNI dan POLRI

Tim yang dibentuk diberikan kesempatan bekerja paling lambat dua bulan terhitung sejak berita acara ini ditandatangani dan melaporkan hasilnya untuk dievaluasi oleh Pemda Morowali Utara. (teguh)

**) Ikuti berita terbaru Obormotindok.co.id di Google News

Semuel Siombo