OBORMOTINDOK.CO.ID. LUWUK – Menanggapi adanya polemik soal dugaan pencemaran lingkungan akibat buangan limbah Sulfur yang dilakukan oleh PT. AIMTOP di Desa Kayowa Kecamatan Batui, memicu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gabungan Aktivis Mathailobo (GAM) Kabupaten Banggai angkat bicara.

Sebagai organisasi yang eksis melakukan pengawalan soal lingkungan di daerah, Ketua LSM GAM Lahmudin Massa sangat menyesalkan hal itu, apapun dalil yang dilakukan pihak PT. AIMTOP selaku subkon pengelola limbah dari PT Pertamina EP Donggi Field hari ini sudah membuat masyarakat cemas dan khawatir.

Limba Sulfur PT. Pertamina EP Donggi Motindok

Walaupun memang sebenarnya limbah itu mengalir dari drainase perusahaan, tapi perusahaan telah membuat sungai Desa Kayowa sampai tercemar dengan limbah. Harusnya limbah itu tidak sampai mengalir ke sungai dan membuat warna air berubah. Hal ini tentu saja kata Idin sapaan Lahmudin Massa, selain mencemari air sungai, buangan limbah itu tentu saja mencemari media dan ekosistem serta habitat yang ada termasuk lingkungan masyarakat setempat.

Apalagi berkaitan dengan lingkungan. Sudah sangat jelas mengenai masalah pencemaran lingkungan secara tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).

Seperti penegasan pada Pasal 1 Angka 14 UU PPLH, pencemaran lingkungan adalah segala bentuk tindakan memasukkan makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

Seseorang yang telah terbukti melakukan tindakan pencemaran hidup wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan melakukan pemulihan lingkungan hidup. Selain itu, menurut Pasal 53 ayat (2) UU PPLH, tindakan penanggulangan pencemaran yang bisa dilakukan, antara lain:
Pemberian informasi peringatan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat;
Pengisolasian pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup;
Penghentian sumber pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup; dan atau cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pada UU PPLH juga mengatur mengenai sanksi pidana pencemaran lingkungan hidup. Pada Pasal 60 UU PPLH, setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin. Apabila ada pihak yang melanggar ketentuan tersebut, pihak tersebut akan dikenakan pidana paling lama tiga tahun dan denda paling banyak tiga miliar rupiah.

Dengan ada penegasan dalam UUPPLH tersebut, pihak perusahaan jangan main main. Apalagi sampai mengabaikan masyarakat sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) Desa Kayowa.

Dan yang paling penting adalah, perusahaan harus menjunjung tinggi nilai nilai kearifan lokal dalam menjalankan aktivitasnya di setiap wilayah lokasi kerja dan jangan sampai membuat gadung masyarakat setempat.

Apalagi berdasarkan informasi yang didapatnya langsung, jika pihak perusahaan seolah acuh tak acuh dengan masalah limbah sulfur tersebut. Yang menjadi pertanyaan saat ini, apakah pihak perusahaan yakin limbah itu tidak mempengaruhi lingkungan sekitar, apalagi air itu sering digunakan masyarakat untuk sehari hari termasuk dengan bau yang ditimbulkan.

“Harusnya ini yang perlu diperhatikan oleh PT. AIMTOP selaku subkon dari PT. Pertamina EP Donggi Motindok Field. Apabila itu tetap diabaikan, maka saya secara tegas menentang tindakan itu. Dan jika perlu, perusahaan itu harus di hearing ke DPRD Banggai untuk kasus ini dan kami siap melakukan itu,” tegas Idin. (co)

Phian