OBORMOTINDOK.CO.ID – Beberapa aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Kalimantan Timur menolak pemindahan Ibu Kota, karena mereka menilai RUU Ibu Kota Negara yang telah disahkan cacat secara prosedural.

“Rencana pemindahan IKN atau Ibu Kota Negara dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur yang diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada 26 Agustus 2019 sampai pada titik akhir. Ketika pembentukan Pansus RUU IKN di DPR pada Desember 2021, hanya dalam waktu 40 hari proses pembahasan RUU IKN di DPR, parlemen DPR beserta pemerintah, dan akhirnya pada tanggal 18 Januari 2022 RUU IKN disahkan dalam Paripurna DPR RI,” kata Direktur Eksekutif Walhi Kaltim Yohana Tiko dalam keterangan tertulisnya, Rabu 19 Januari 2022.

Selain itu, Yohana mengatakan pembangunan proyek ibu kota itu akan mengancam keselamatan ruang hidup rakyat. Termasuk ekosistem hewan langka.

“Sebelum diundangkan, RUU IKN sendiri dinilai cacat prosedural dan dianggap sebagai bentuk dari ancaman keselamatan ruang hidup rakyat maupun satwa langka yang berada di Kalimantan Timur, terutama yang terdampak dengan adanya proyek IKN yaitu Kabupaten Penajam, Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Balikpapan,” ujarnya.

“Megaproyek IKN sendiri berpotensi akan menggusur lahan-lahan masyarakat adat, terutama masyarakat adat Suku Balik dan suku Paser serta warga transmigran yang sudah lama menghuni di dalam kawasan 256 ribu hektare,” lanjut Yohana.

Yohana lantas mengkritisi alasan pemindahan ibu kota yang didasari pada permasalahan di Jakarta yang tak kunjung selesai. Dia menyebut hal itu merupakan gambaran pemerintah yang tidak bisa menangani masalah yang ada.

“Salah satu alasan atas pemindahan Ibu Kota adalah berangkat dari semakin meningkat dan kompleksnya permasalahan di DKI Jakarta. DKI Jakarta dinilai tidak layak dari aspek daya dukung dan daya tampung. Oleh karena itu, dengan pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur, merupakan gambaran tidak becusnya pemerintah dalam menangani dan menyelesaikan segala permasalahan yang terjadi di Jakarta,” katanya.

Dia juga mengatakan pembahasan RUU IKN minim partisipasi publik. Yohana menilai keputusan pemindahan itu keputusan politik tanpa dasar yang jelas.

“Cacat prosedural dalam penyusunan KLHS kembali dilakukan dalam pembuatan RUU IKN. Dimana sebelumnya dilakukan secara tertutup, terbatas, dan tidak melibatkan masyarakat yang terdampak langsung dari pemindahan Ibu kota,” katanya.

Yohana menyebut bukan hanya masyarakat setempat yang terdampak, tapi juga warga di wilayah lain yang juga akan terdampak dalam megaproyek ini seperti ribuan ASN Pemerintah Pusat di Jakarta dan sekitarnya, warga di Sulawesi Tengah. Serta 2 kampung masyarakat adat yang hidup disepanjang sungai kayan akan ditenggelamkan beserta 5 Kampung yang juga digusur paksa untuk pembangunan Dam kecil pendukung PLTA Kaltara. Hal tersebut demi memasok listrik bagi situs perkantoran di ibu kota baru.

“Adapun lahan IKN yang akan dibangun tidak lain merupakan lahan-lahan perusahaan sawit, HTI (Hutan Tanaman Industri), serta tambang yang merupakan milik dari para oligarki-oligarki yang dengan sengaja merusak hutan dan lahan. Di samping itu, pemindahan Ibu Kota Negara juga merupakan agenda terselubung pemerintah guna menghapuskan dosa-dosa yang telah dilakukan oleh beberapa korporasi yang wilayah konsesinya masuk dalam wilayah IKN,” ucapnya.

Untuk itu, Koalisi menyerukan aksi boikot dan menolak pembahasan RUU IKN yang diadakan di UNMUL. Koalisi menilai, bahwa Konsultasi Publik yang dilakukan oleh DPR RI dan BAPPENAS itu sangat tertutup, cenderung dipaksakan, serta tidak melibatkan masyarakat, terutama warga di kawasan rencana mega-proyek IKN.

Berikut sikap penilakan dari koalisi tersebut:

1. Rencana pemindahan IKN sama sekali tidak memiliki dasar kajian kelayakan yang meliputi aspek kemaslahatan, keselamatan, dan kedaulatan umat (manusia, dan non manusia) dan cenderung dipaksakan sehingga berpotensi mengancam, menghancurkan dan menghilangkan ruang hidup masyarakat.

2. Mendesak kepada Pemerintah untuk mencabut dan membatalkan UU IKN karena cacat prosedural dan tidak menjawab persoalan yang dihadapi rakyat Indonesia saat ini.

3. Mendesak kepada Pemerintah RI untuk menyelesaikan permasalahan krisis yang terjadi di Jakarta dan Kalimantan Timur, bukan Pemindahan Ibu Kota baru. *

Sumber: Detik.com

Phian