OBORMOTINDOK.CO.ID.– Petani, pekerja, dan konsumen menolak rencana Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang akan menaikkan cukai hasil tembakau tahun depan, karena dikhawatirkan akan mengurangi serapan panen tembakau.

Kalangan konsumen menilai, kenaikan cukai membuat pabrik rokok cenderung mengurangi kualitas produknya yang justru akan menambah risiko kesehatan.

Cukai Hasil Tembakau (CHT) tahun depan berpotensi meningkat, karena pemerintah menargetkan penerimaan cukai tahun depan Rp203,9 triliun.

Nilai tersebut meningkat 11,9% dibandingkan target realisasi tahun ini Rp182,2 triliun.

Sampai sekarang, CHT menjadi penopang sekaligus komponen utama penerimaan cukai pemerintah yang mencapai 95% lebih.

Sekjen Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) DIY, Triyanto menjelaskan, perkebunan tembakau sudah memulai masa panen.

Sedangkan waktu mulai menanam sebelumnya, faktor kebijakan cukai belum jadi pertimbangan sehingga sangat riskan untuk mengurangi penyerapan panen meskipun hasil panen melimpah.

“Saat ini masih proses awal panen, masih proses pemetikan, dan perajangan. Nanti Oktober sampai November semoga tidak hujan. Jika kondisi cuaca bagus, namun jika tarif cukai dinaikan, pabrik akan cenderung mengurangi serapan,” ujar Triyanto kepada wartawan, Selasa (7/9/2021) seperti dikutip suara.com, jaringan obormotindok.co.id.

Situasi ini tentu akan membebani petani, apalagi Triyanto bilang dalam masa pandemi, petani sudah mengalami banyak tekanan.

Banyak petani disebut Triyanto bahkan sudah mulai mengurangi pekerja tambahan sebelumnya guna meringankan beban saat pandemi. Menurut Triyanto, proses pascapanen justru membutuhkan banyak pekerja.

“Dampak dari kenaikan cukai terutama akan terjadi kepada petani, dan para pekerjanya. Semakin sering cukai dinaikan para pekerja pelinting juga akan terus menghadapi ancaman PHK. Karena pabrik rokok pasti akan menekan biaya dengan efisiensi pekerja.

Sementara buat petani serapan panen yang berkurang pasti akan merugikan kami, tutur Triyanto.

Perwakilan Petani Cengkih asal Buleleng, Bali Ketut Nara. Dia menegaskan petani cengkih juga berharap agar pemerintah tidak menaikkan tarif CHT pada 2022 karena hal ini akan berdampak pada penurunan serapan cengkih.

Apalagi mengingat sejak tahun lalu produktivitas cengkih trennya menurun. Seperti yang dialami para petani di Desa Selat, Kecamatan Sukasada, Buleleng, Bali, di mana hasil panen raya tidak maksimal dikarenakan pengaruh iklim.

“Yang paling penting adalah kehadiran pemerintah dalam pengendalian harga agar serapan cengkih tetap stabil. Selama pandemi 1,5 tahun ini kami petani berusaha sekuat tenaga untuk bertahan,” kata Ketut Nara.(kr)

Phian