OBORMOTINDOK.CO.ID. Morut– Di tengah upaya penyelesaian sengketa lahan antara PT Agro Nusa Abadi (ANA) dengan sejumlah pihak, aksi pemanenan buah kelapa sawit secara ilegal oleh oknum masyarakat masih terus terjadi di wilayah perkebunan perusahaan. Ironisnya, aksi tersebut dilakukan secara terbuka, bahkan menjangkau lahan petani plasma yang dikelola oleh PT ANA.
Tindakan tersebut memicu kekhawatiran akan potensi konflik sosial antarmasyarakat. Oleh karena itu, PT ANA mendorong aparat penegak hukum untuk memberikan perhatian serius dan menindak tegas pelanggaran hukum yang terjadi.
“Perusahaan berkomitmen untuk mematuhi ketentuan dan prosedur hukum yang berlaku,” ujar Robby S. Ugi, Community Development Officer (CDO) PT ANA, Kamis, 17 April 2025.
Sebagai bentuk komitmen terhadap penegakan hukum, PT ANA menyerahkan proses hukum terhadap para pelaku pemanenan ilegal kepada pihak kepolisian. Namun, beberapa oknum justru menuding perusahaan melakukan kriminalisasi, termasuk dalam kasus penahanan terhadap koordinator jaringan petani BERANI, Aristan.
Melalui kuasa hukumnya, para tersangka telah mengajukan permohonan penangguhan penahanan. Namun, Kepolisian Resor (Polres) Morowali Utara menegaskan bahwa penahanan tersebut merupakan bagian dari proses hukum pidana atas dugaan perampasan Tandan Buah Segar (TBS) milik PT ANA.
“Tindakan yang dilakukan oleh saudara Aristan dan enam orang lainnya merupakan murni tindak pidana, bukan kriminalisasi. Para tersangka terbukti mengambil buah sawit yang bukan milik mereka dari Tempat Penimbunan Hasil (TPH) milik PT ANA,” tegas pihak penyidik.
Dalam proses penyelidikan, Aristan juga tidak dapat membuktikan hak kepemilikan atas lahan lokasi kejadian. Terkait pengajuan penangguhan penahanan, pihak kepolisian menegaskan bahwa hal tersebut merupakan hak hukum setiap warga negara. Namun keputusan akhir tetap berada di tangan penyidik berdasarkan pertimbangan hukum yang ada.
“Kita hidup di negara hukum. Oleh karena itu, setiap tindakan yang melanggar hukum pasti memiliki konsekuensi hukum. Semua pihak harus tunduk pada aturan yang berlaku,” ujar penyidik.
Kepala Desa Bunta, Christol Lolo, turut memberikan pernyataan terkait peristiwa tersebut. Ia menegaskan bahwa sejak tahun 2016, tidak terdapat data verifikasi kepemilikan lahan atas nama Aristan di areal plasma yang disengketakan.
“Pemerintah Desa Bunta sangat resah dengan aktivitas kelompok klaimer yang melakukan pemanenan ilegal di wilayah plasma dan inti milik PT ANA,” tegasnya.
Pemerintah desa juga mendukung penuh langkah hukum yang diambil oleh PT ANA, termasuk pelaporan kepada pihak berwajib terhadap oknum yang diduga mencuri buah sawit di Desa Bunta.
“Kami mendorong PT ANA untuk segera menindaklanjuti aksi pencurian tersebut melalui jalur hukum agar permasalahan dapat diselesaikan sesuai aturan,” tambah Christol.
CDO PT ANA, Robby S. Ugi, menegaskan bahwa langkah hukum yang diambil perusahaan merupakan bentuk tanggung jawab terhadap perlindungan hukum dan penghargaan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).
“Kami tetap berkomitmen untuk menjaga prinsip hukum dan HAM dengan menyerahkan penanganan kasus ini sepenuhnya kepada aparat penegak hukum,” pungkasnya. (teguh)