OBORMOTINDOK.CO.ID. MORUT- Sebagai mantan Kaur Keuangan dan Bendahara Desa Lemboroma tahun 2020, Alfred Pantow telah membuat pernyataan secara tertulis pada tanggal (16/8) atas temuan hasil audit pengelolaan keuangan APBDes tahun anggaran 2020.

Dimana, isi pernyataan Alfred, ia mengakui akan menyelesaikan temuan hasil audit tersebut dengan rincian sebagai berikut;

(1) Silpa tahun anggaran 2020 sebesar Rp. 136.655. 024. yang belum di setor ke kas desa.

( 2). Pajak tahun anggaran 2020 Rp. 28. 538. 586, yang belum di setor ke kas negara dan ke kas daerah.

(3). Pelaksanaan pekerjaan rumah Adat yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku sebesar Rp. 31.280.000.

Pernyataan Alfred atas temuan, jika dalam jangka waktu penyelesaian 60 hari terhitung mulai surat pernyataan ini dibuat dengan waktu akhir temuan tanggal (16/9-2021), harus dilaksanakan.

Dan apabila dalam kurun waktu yang telah disepakati, ia tidak menyelesaikannya, maka ia bersedia menerima segala bentuk konsekwensi yang akan diberikan sesuai dengan ketentuan perundang- undangan yang berlaku.

Demikian isi surat pernyataan yang dibuat Alfred dan diketahui kepala Desa Lemboroma, Wilem Pontengi.

Namun yang menjadi tanda tanya besar, ketika pihak BPD melaporkan terkait dana Silpa (selisih pajak) pada tahun 2020 sebesar Rp. 28.538. 586 yang belum disetor ke kas daerah, ternyata Kades Lemboroma telah membayarkan dan harus dilunasi  ke pihak Inspektorat.

Sementara itu, Ketua BPD Desa Lemboroma, Jube, ketika melapor ke Inspektorat, ia menjadi heran ketika pajak tahun 2020 yang mestinya menjadi tanggung jawab bendahara desa, tapi harus menjadi tanggung jawab kepala desa.

“Ada sesuatu yang tidak beres,  yang harusnya menjadi tanggung jawab bendahara desa dalam menyelesaikan temuan pihak Inspektorat, ” tandas Jube singkat.

Lanjut Jube, menurut dia, terkait laporan atas temuan Inspektorat, sebagai BPD, ia mendesak kepada pihak Inspektorat untuk segera menindak lanjuti laporan kami agar bisa menemui titik terang atas kasus penggunaan dana desa itu secara transparan.

Untuk BPD, kami telah melakukan monitoring dan pengawasan terkait kegiatan pembangunan rumah Adat, kuat dugaan, pembangunannya tidak sesuai dengan RAB yang ada.

“Setelah dicocokkan berdasarkan RAB  9 * 9 ternyata sudah tidak sesuai RAB dan ukuran rumah Adat tersebut berkurang ukuran menjadi 7*9 . Ini diluar temuan pihak Inspektorat pungkas ,” Jube.

Selain itu, dalam pelaksanaan fisik bangun rumah Adat tersebutu, diduga dikelolah langsung oleh kades. Padahal, yang harus belanja barang adalah TPK dengan alur bendahara desa dan hanya bertugas mengeluarkan dana kepada kades sesuai kegiatan.

Sedangkan, Kepala Desa, Wilem Pontengi yang dikonfirmasi di kantornya, Senin (8 /11/ 2021), terkait adanya laporan BPD ke Inspektorat itu, pihaknya mengakui adanya temuan tersebut.

Sebagai kepala desa, ia sangat menyesalkan sikap BPD yang secara diam-diam telah melapor ke Inspektorat tanpa adanya koordinasi serta konfirmasi terlebih dahulu.

Menurut Kades, sejak saudara Alfred mantan bendahara desa membuat pernyataan diatas meterai, Wilem sebagai Kades tidak juga dia indahkan. Bahkan katanya, ia sudah sering mengundang yang bersangkutan untuk membuat laporan pertanggung jawaban (LPJ) dan serah terima kepada bendahara desa yang baru.

“Ada dana dari Telkomsel kurang lebih 161 juta belum dipertanggung jawabkan pihak bendahara,” ungkap Wilem.

Untuk itu, ia berharap agar Inspektorat segera melakukan pemeriksaan terkait LPJ dan pengelolaan dana desa oleh bendahara.(Akel)

Phian