OBORMOTINDOK.CO.ID. MORUT – Buntut dari penutupan akses jalan ke PT GNI yang dilakukan oleh pihak yang mengaku sebagai pemilik lahan dan dinilai bisa berdampak pada ganguan kamtibmas, Lembaga adat wulanderi Drs.Julius Pode akhirnya mendatangi Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Morowali Utara Senin (19/4/2022).

Kedatangan lembaga adat tersebut diterima langsung Wakil Bupati Morut H Djira. Dia sangat mengapresiasi dan menghargai kunjungan lembaga adat wulanderi. Dia menganggap jika pihak lembaga adat sangat menghormati dan menjujung tingi nilai kebersamaan dan mau menjaga hubungan silaturrahmmi bersama Pemda Morut.

Dalam menanggapi sengketa kontroversial tersebut, H Djira, tidak sendiri. Turut hadir Sekda Morut Musda Guntur, Kabag OPS Polres Morut Kompol I N Raka arya wiyasa. SH, Kapolsek Petasia, Iptu Bayu Seno Aji. S. Tr. K. Kasat Pol PP Buharman Lambuli , Kades Bunta Kristol Lolo serta sejumlah angota adat lainnya.

Dalam pertemuan tersebut Ketua Lembaga Adat Wulanderi Drs. Julius Pode MM menegaskan jika dirinya tidak serpakat adanya pemalangan jalan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat terhadap terhadap akses jalan menuju PT Gunbuster Nickel Industry (GNI). Aksi pemalangan tersebut dianggap telah menyusahkan masyarakat Bunta, khususnya warga lokal.

“Kami Masyarakat adat Desa Bunta menyatakan sangat keberatan atas aksi tersebut sebab tidak sesuai dengan norma dan budaya kehidupan masyarakat adat yang selama ini dianut oleh Masyarakat adat Wita Mori,”katanya tegas.

Walaupun jalan kondisi jalan masih berlubang dan berlumpur, Julius Pode menjelasan alasan penolakan aksi pemalnagan jalan yang menuju Tambaole dan Bungini tersebut, dimana sejak dahulu telah diandalkan sebagai salah satu akses sumber kehidupan masyarakat Bunta.

Selain itu juga, aksi pelamangan ini bertentangan dengan adat dan budaya masyarakat Bunta khususnya Suku Mori yang menganut prinsip “mompelangkai” yang artinya menghargai dan menghormati setiap orang dan tidak menyusahkannya.

Dikatakan Julius, pemalangan ini sebagai bentuknya kekerasan yang mengintimidasi masyarakat. Cara ini jelas sangat menghalang kami dan tidak berperikemanusiaan. Banyak hal yang dirugikan akibat pemalangan ini termasuk kepentingan ribuan orang. Apalagi jalan itu dari dulu jalan itu sudah ada tempat kita mencari ikan, tempat kita mencari bahan bangunan, mecari rotan, berburu ‘bingkaro’ dan lain lain.

Dia juga mengingatkan, jika adat-istiadat WITA Mori adalah saling tolong menolong dan saling membantu (medulu-dulu), sesuai dengan moto ‘tepo asa aroa’ yang berarti satu hati kita dalam kebaikan. Masyarakat adat tidak pernah membeda bedakan warga yang bermukim di wilayah setempat,

“Siapa saja kalau sudah mengintimidasi seperti ini berarti dia tidak menghargai adat kita, ini akan menimbulkan perpecahan. Kepentingan umum tolong jangan dihalangi itu yang kami mau perjuangkan,’katanya.

Sehingganya dihadapan Wakil Bupati H Djira dan sejumlah peserta rapat saat itu, dia menegaskan, atas nama lembaga adat, apabila permintaan kami ini tidak di indahkan, maka dia akan melakukan aksi dan membuka akses jalan menuju PT GNI.

‘Apabila pemalangan ini tidak segera dibuka, maka kami atas nama lembaga adat akan membuka paksa jalan menuju perusahaan,’ tegasnya.(cm)

Phian